Sunday, January 29, 2017

Terbentuknya Jaringan Pelayaran Perdagangan Masa Hindu Buddha di Indonesia

Wilayah Indonesia sebagaimana kita ketahui berupa kepulauan, antar daerah dihubungkan dengan laut. Laut tidak dianggap sebagai batas pemisah, namun dikembangkan menjadi sarana untuk melakukan mobilitas dan aktivitas antar daerah.

Pentingnya peran laut, nampak dari munculnya ibukota kerajaan bercorak Hindu Buddha yang pada umumnya ada di daerah pantai. Pusat integrasi (baca kerajaan) yang ada di Indonesia berlangsung melalui penguasaan/ hegemoni laut. Kehidupan kerajaan yang muncul, ditentukan oleh kemampuan dan kepedulian terhadap laut. Hal ini memunculkan perkembangan baru yang meliputi :
1.   Pertumbuhan jalur perdagangan yang melalui titik strategis di sepanjang pantai
2. Kemampuan mengendalikan / kontrol politik dan militer penguasa tradisional (raja) dalam menguasai jalur utama dan pusat perdagangan di nusantara. 
Dengan demikian prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh perhatian/ cara pandang dan kemampuan menguasai lautan.

Jika pada masa praaksara hegemoni budaya dominan datang dari pendukung budaya Austronesia dari Asia Tenggara Daratan. Pada masa perkembangan Hindhu-Budha di Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya. Kedua kebudayaan ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi penduduk di Kepulauan Indonesia. Peralihan rute perdagangan dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara.  Mereka secaara langsung terintegrasikan ke dalam jalinan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka manjadi penting sebagai pintu gerbang yang menghubungkan antar pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India. 

Pada masa itu Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting  di sekitar Samudera Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara. Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama“Jalur Sutra”. Penamaan ini digunakan sejak abad ke-1 hingga ke-16 M, dengan komoditas kain sutera yang dibawa dari Cina untuk diperdagangkan di Wilayah lain. Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di sekitar jalur, antara lain Samudera Pasai, Malaka, dan Kota Cina (Sumatra Utara sekarang).

Seiring dengan kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat selama Hindhu-Budha. Jaringan dagang dan jaringan budaya antar kepulauan di Indonesia itu terutama terhubungkan oleh jaringan laut Jawa hingga kepulauan Maluku. Mereka secara tidak langsung juga terintegrasikan dengan jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar Malaka, dan sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditas penting yang menjadi barang perdagangan pada masa itu adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkeh, dan pala.  

Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan antar pulau telah melahirkan kekuatan politik baru di Nusantara. Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti ditunjukan oleh D.D.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang datang ke Sumatra. Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeo (Melayu) di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari.  Agak ke selatan dari itu terdapat  Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa sansekerta, Criwijaya. Di Jawa terdapat Tarumanegara, dengan rajanya Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling (kalingga), dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit.

Selama periode Hindhu-Budha, kekuatan besar Nusantara yang memiliki kekuatan integrai secara politik, sejauh ini dihubungkan dengan kebesaran kerajaan Sriwijaya, Singhasari, dan Majapahit. Kekuatan integrasi secara politik di sini maksudnya adalah kemampuan kerajaan-kerajaan tradisional tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah kontrol politik secara longgar dan menempatkan wilayah kekuasaannya itu sebagai kesatuan-kesatuan politik bawah pengawasan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dengan demikian pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai terbentuk.

Jika kita menelusuri kembali kehidupan kerajaan bercorak Hindu Buddha, jalur perdagangan yang berkembang di Indonesia, sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu. Perkembangan jalur/ rute perdagangan dalam setiap jaman adalah berlainan. Pada masa Hindu Buddha di Indonesia, terdapat dua kekuatan besar yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu China/ Tiongkok dan India. 

Sejarah hubungan Indonesia dengan Cina telah dimulai sejak jaman dulu. Hal ini didukung adanya bukti nekara yang ditemukan di Sangen. Pada nekara tersebut terdapat gambar orang menunggang kuda dengan pakaian Tartar. Orang Indonesia aktif datang ke Cina atau sebaliknya nampak jelas setelah abad pertama Masehi. 

Faktor ekonomi perdagangan yang ditopang teknik pelayaran menjadi pendorong utama kedatangan bangsa Cina ke Asia Tenggara (Indonesia). Berdasarkan catatan Cina, pemukiman Cina telah dijumpai di pantai utara Jawa pada 300 tahun sebelum Masehi. Dalam perkembangan berikutnya, muncul catatan lain dari abad 2 sebelum Masehi dan abad XI Masehi. Kedatangan bangsa Cina dalam jumlah besar ke nusantara berlangsung pada abad IX Masehi. Dari sumber sejenis pula dapat diketahui kesejarahan kerajaan bercorak Hindu Buddha di Indonesia. Namun demikian, faktor perdagangan tetap menjadi tujuan utama, sehingga kedatangan bangsa Cina tidak diikuti dengan penyebaran agama atau kepercayaan kepada masyarakat Indonesia. Adapun pengaruh dalam aspek budaya baru nampak jelas sejak masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.

Pada permulaan abad pertama atau kedua Masehi, telah terdapat tanda-tanda hubungan Indonesia – India. Seperti dikemukakan G. Coedes, orang India datang ke Asia Tenggara/ Indonesia untuk keperluan istana dan kaum bangsawan.
   
Pada abad pertama Masehi, kaisar Vespasianus melarang bangsa Romawi mengekspor emas. Orang India yang sangat membutuhkan komoditas tersebut, mengalihkan perhatian ke wilayah Asia Tenggara. Hubungan dan kedatangan India ke Indonesia didukung oleh pengetahuan angin muson dan perkembangan pelayaran perdagangan. Komoditas dagang dari Indonesia sangat laku di pasaran dunia, misal kayu cendana, rempah-rempah dan emas.

Kedatangan bangsa India banyak mempengaruhi perkembangan budaya Indonesia, yaitu masuknya pengaruh Hinduisme dan Buddhisme.  Proses demikian berlangsung cukup lama yaitu awal Masehi hingga abad XV Masehi. Dalam pertemuan dengan budaya India, bangsa Indonesia bersifat selektif. Unsur budaya India diambil dalam upaya penyuburan atau memperkaya budaya Indonesia. Proses yang berlangsung lama tersebut memunculkan akulturasi budaya Indonesia dengan India.

Disarikan dari berbagai sumber.

No comments:

Post a Comment