Saturday, May 24, 2014

Penugasan Sosiologi Kur.13 X_IIS smt 2 Tahun 2013/ 2014


Pada saat ini, siswa telah mengikuti ulangan harian beberapa waktu yang lalu. Berdasarkan hasil ulangan dapat dikemukakan deskripsi sebagai berikut =

X IIS_1
ARDHINI FENY WIBAWANTI
DICKY ARIS SETIAWAN
EDY SUGIYANTO
FATYATUL ULFA
ISNAENI DIAN PRATIWI
KALISTA DEWI HAPSARI
RIZKI FAUZIYAH CHOLIL
TRIA INDAH PRATIWI
TRIASTUTI PUJI HAPSARI
WINY AYU SEPTYAS
WISANGGENI SURYO ANGGONO

X IIS_2
DINDA MALYNDA MURSITO PUTRI
FITRIANA AYU ANGGREENI
MUHAMMAD ANDRE IRAWAN
MUHAMMAD FAIZ
PUTRI PUSPA WIJAYA
VIRTU FEMMA VIRGINA

Berdasarkan analisis ulangan harian, maka peserta didik kelas X IIS_1 dan X IIS_2 yang tidak tercantum dalam daftar di atas, wajib mengerjakan penugasan berikut =
1. Tugas bersifat individual.
2. Materi gejala sosial dalam masyarakat
3. Tugas menganalisis salah satu dari sub materi yang ada di materi tersebut.
4. Hasil analisis dikumpulkan/ dikirim ke email pak eko = prasty72@yahoo.com
5. Tugas dikerjakan sejak informasi ini diumumkan hingga hari Ahad/ 1 Juni 2014 jam 23.59 wib.

Demikian informasi, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Penugasan Sosiologi Kelas XI_IPS smt 2 Tahun 2013/ 2014


Pada saat ini, peserta didik telah menyelesaikan ulangan harian beberapa waktu yang lalu. Sebagai gambaran/ deskripsi hasil ulangan adalah sebagai berikut =

UH I
XI IPS_1
ADI UTOMO
AFNAN FATAH NASHIRUDIIN A
AFWA ARANZA WINDU HANDIKA
AJI PRIYAMBODO
ALFIRA FEBBYTIA NUR BAITY
ALIFIA NADA CHALIDISNA
ALIFIA PRIMASARI NUR ASLAMI
ASFI ISYANA KUSUMA ASTUTI
ATINA KHASANAH ALI MARTA
BAHARUDIN ERWIN ARIYANTO
BARA MEGA YALENA
FADHILLAH NUR R.
FARID IZZATUR RAHMAN
GABRIELLA IRAWATI PUTRI
GALIH PRAKOSA MEGANTARA
GANESHI SULISTYA HAPSARI
HAYINAH IPMAWATI
HESI NURUS SA'ADAH
KENANG GUSWINAJAYA R.
KHUSNIAH ENGGARWATI
MUHAMAD AGUNG SARYANTO
NOOR SELVYANDRI INDRA R
TRI HARYATI
TSABITA GALUH IZZATI
YOSITA LISNA BELLA ASTUTI

XI IPS_2
AGUSTIN FATIKASARI
ANDO SURYO WICAKSONO
ANISA CAHYANINGRUM
ANISA MUTIARA SARI
ANISA TRIASTUTI
ANNISA NUR AINI
APRILIA WULANDARI
ASRI DAMAYANTI
CANDRA DEWI ANITAPA
DIAH AYU HAFSAHRI
ELSA SEIRAFINA ARDHANI
GALIH ADI PRANOWO
HADANA ULUFANURI
HANI NURLINA
IKA PERMATASARI
INDRA SULISTYANINGSIH
KARLINDA PERTIWI
MIRZA PUTRA PAMUNGKAS
NIA PUTRI SEKARSARI
NURFALAQ WAHYU APRIAWAN MJ.
RATRI DESI KURNIASARI
REMBRANTO GUSANI PUTRO
SISILIA MARY NURIKO TS.
SUKMA DWIJAYANTI
TOPAN ARIEF WIJAYANTO
WAHYU ADI NUGROHO
YENY ANGGRAENI
YUNIA ANDRIANA DEVI
YUNUS ABDUL AZIZ

UH II
XI IPS_1
----------

XI IPS_2
ANDO SURYO WICAKSONO
APRILIA WULANDARI
ASRI DAMAYANTI
CANDRA DEWI ANITAPA
DIAH AYU HAFSAHRI
GALIH ADI PRANOWO
SUKMA DWIJAYANTI
YENY ANGGRAENI


Berdasarkan analisis kedua ulangan harian, maka peserta didik baik kelas XI IPS_1 maupun XI IPS_2 yang tidak tercantum dalam daftar di atas, saya memberikan penugasan sebagai berikut :
1. Tugas bersifat individual
2. Cakupan materi dinamika kelompok sosial masyarakat multikultural di Indonesia.
3. Tugas = menganalisis salah satu bagian (Sub tema) tentang dinamika kelompok sosial masyarakat multikultural di Indonesia.
4. Masa pengerjaan tugas selama satu minggu sejak tugas ini diumumkan hingga Ahad tgl. 1 Juni 2014 jam 23.59. wib.
5. Hasil analisis anda, dikirim ke email pak eko = prasty72@yahoo.com

Demikian pemberitahuan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Monday, May 19, 2014

Kehidupan Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan


Pola kehidupan masyarakat pada masa sejarah awal dapat dilihat pada ciri sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan masyarakat. Dalam hal ini kehidupan masyarakat pada masa berburu dan masyarakat pertanian.

Manusia pada jaman pleistosen di Indonesia yaitu sejak Pithecanthropus sampai Homo memiliki kehidupan yang sangat tergantung pada “pemberian alam”. Alam yang dimaksud adalah tempat yang cukup hewan, bahan makanan dan air. Dengan demikian daerah yang disenangi adalah di tepi sungai atau danau. Mereka hidup berkelompok  (20 – 50 orang) untuk menghadapi keganasan alam dan ancaman hewan buas. Kegiatan hidupnya ditujukan pada pemenuhan makanan dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dengan alat yang sederhana.

Dalam kegiatan berburu diperlukan organisasi kerja dan diperkirakan telah mengenal bahasa dalam taraf sederhana. Dalam berburu kadang melibatkan 20 – 50 orang. Perempuan tinggal di “pangkalan” guna mengumpulkan buah-buahan, daun-daunan, umbi-umbian dan binatang kecil serta memelihara anak.. Tingkat kematian perempuan cukup tinggi terutama pada saat persalinan. Demikian pula dengan kematian anak pada saat lahir. Orang tua tetap dirawat untuk penerusan pengalaman kepada anak-anak. Bila suatu kelompok terlalu besar, terjadilah proses pemecahan kelompok dan dilakukan penyebaran penduduk. Menurut perkiraan, pada kala pleistosen manusia jenis Pithecanhtropus di Jawa sekitar 500.000 orang.

Faktor yang penting dalam tingkat hidup berburu dan mengumpulkan makanan adalah alat dan api. Peralatan hidup dibuat dari bahan batu, kayu dan tulang. Api mulai digunakan untuk memanasi makanan dan menghindari binatang. Bukti penggunaan api ditemukan pada Pithecanthropus Erectus di Trinil dalam bentuk kayu yang sudah terbakar. Pada tingkat akhir masa berburu ini, ditemukan pula bukti kepercayaan manusia kepada kekuatan alam, khususnya yang berhubungan dengan berhasilnya berburu berupa lukisan pada dinding gua.

Pembuatan peralatan hidup di Indonesia tidak menunjukkan kemajuan. Hal ini mungkin disebabkan masyarakat lebih mengutamakan alat dari bahan kayu. Sedangkan peralatan hidup dari tulang dan tanduk di daerah Ngandong dibuat oleh Homo Soloensis.

Dalam perkembangannya, manusia berusaha mendapatkan tempat tinggal yang dapat melindungi diri dari bahaya alam dan hewan. Mereka memilih tinggal di gua-gua di lereng bukit. Ada sebagian yang memilih tinggal di daerah pantai dan ada yang di pedalaman. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan masa berikutnya. Mereka yang tinggal di pantai bertumpu pada  makanan laut (kerang dan ikan), sedangkan di pedalaman pada umumnya di tepi sungai dengan bertumpu pada hasil hutan atau daging hewan buruan.
Dengan demikian ciri kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan (foodgathering) meliputi :
a. kehidupannya foodgathering
b. hidup berpindah tempat (nomaden)
c. hidup berkelompok
d. sudah ada kebudayaan
e. perkembangannya sangat lambat

Demikian, semoga dapat bermanfaat bagi anda.

Wednesday, May 14, 2014

Sekali Lagi Tentang Kapten Raymond Westerling


Setiap anak bangsa, sedikit banyak mengetahui nama Westerling, tokoh/ tentara Belanda yang mencatatkan namanya dalam sejarah Indonesia (bahkan dunia) pernah melakukan penembakan massal di Indonesia selama masa perang kemerdekaan, ingat peristiwa di Sulawesi selatan dan Bandung.

Masyarakat Jawa Barat dan Divisi Siliwangi boleh jadi tidak bisa melupakan peristiwa ini. Pagi itu, 23 Januari 1950, tentara Belanda yang dipimpin Komandan Baret Hijau Kapten Raymon P.P. Westerling menggemparkan Kota Bandung. Pasukan tanpa atribut itu membabi buta menembaki anggota Divisi Siliwangi yang berada di jalan. Mayor Sutikno dan Mayor Sacharin ditembak di depan Hotel Savoy Homann. Letkol Adolf Lembong yang pagi itu akan menghadap Komandan Divisi Siliwangi Kolonel Sadikin di Gedung Stafkwartir yang terletak di Oudhospitalweg (kini Jalan Lembong) Nomor 38, tidak luput dari sasaran kekejaman algojo peristiwa pembantaian 40.000 penduduk Sulawesi Selatan itu. “Waktu itu, anggota Stafkwartir lainnya berusaha menyelamatkan diri lewat pintu belakang,” begitu salah satu kenangan yang disampaikan almarhum Letjen (Purn.) Dr. (HC) Mashudi.

Peristiwa itu mengakibatkan 79 anggota Divisi Siliwangi gugur. Dalam penyelidikan kepolisian pada awal 1955 menemukan setidaknya terdapat 15 prajurit lain, bahkan salah seorang di antaranya berpangkat kapten. Mereka dibawa lari ke hutan di kaki Gunung Tangkubanparahu di sebelah barat Lembang oleh sebagian pasukan APRA yang dipimpin Eddy Hoffman.(ref)

Masa kecil Westerling tak banyak terungkap, sebagian besar rapat tertutup. Dalam stambuk tentara KNIL, namanya hanya tertera sebagai Kapten Westerling. Ia lahir di Istanbul, Turki, pada hari Minggu, 31 Agustus 1919. Orangtuanya adalah pasangan pedagang karpet. Ayahnya seorang Belanda, ibunya keturunan Yunani.
Ketika berusia 5 tahun, kedua orang tuanya meninggalkan Westerling. Anak tak bahagia itu lalu hidup di panti asuhan. Tempat itulah mungkin yang membentuk dirinya menjadi orang yang tidak bergantung dan terikat pada siapa pun.



Westerling yang sudah tertarik pada buku-buku perang sejak masih belia menemukan kesempatan untuk jadi tentara ketika Perang Dunia pecah. Desember 1940, ia datang ke Konsulat Belanda di Istanbul. Westerling menawarkan diri menjadi sukarelawan. Ia diterima. Tapi untuk itu, sebelumnya ia harus bergabung dengan pasukan Australia.

Bersama kesatuannya, Westerling ikut angkat senjata di Mesir dan Palestina. Dua bulan kemudian ia dikirim ke Inggris dengan kapal. Di sini kesewenang-wenangannya mulai muncul. Ia menyelinap menuju Kanada, melaporkan diri ke Tangsi Ratu Juliana, di Sratford, Ontario. Di situlah ia belajar berbahasa Belanda.
Westerling lalu dikirim ke Inggris. Ia bergabung dalam Brigade Putri Irene. Di Skotlandia, ia memeroleh baret hijaunya. Ia juga mendapat didikan sebagai pasukan komando. Spesialisasinya adalah sabotase dan peledakan. Ia pun mendapat baret merah dari SAS (The Special Air Service), pasukan khusus Inggris yang terkenal. Dan yang membanggakannya, ia pernah bekerja di dinas rahasia Belanda di London, pernah menjadi pengawal pribadi Lord Mountbatten, dan menjadi instruktur pasukan Belanda—untuk latihan bertempur tanpa senjata dan membunuh tanpa bersuara. Tapi ia pun pernah dipekerjakan di dapur sebagai pengupas kentang.

Ternyata, hidup di barak bagi seorang Westerling menjemukan. Ia ingin mencium bau mesiu dan ramai pertempuran sebenarnya, bukan cuma latihan. Cita-citanya kesampaian pada 1944, Inggris menerjunkannya ke Belgia. Dari situ ia bergerak ke Belanda Selatan. Menurut buku De Zuid-Celebes Affairs, di Belgia itulah ia kali pertama merasakan perang sesungguhnya. Tapi, menurut Westerling sendiri, dalam Westerling, ‘De Eenling’ (Westerling, Si Penyendiri), perkenalan pertamanya dengan perang terjadi di hutan-hutan Burma.
Berkilau agaknya prestasi militer Westerling. Tapi entah mengapa ia meninggalkan satuannya, pasukan elit Inggris, dan masuk menjadi anggota KNIL. Ia lalu terpilih masuk dalam pasukan gabungan Belanda-Inggris di Kolombo. Pada September 1945, bersama beberapa pasukan, Westerling diterjunkan ke Medan, Sumatera Utara.
Tujuannya, menyerbu kamp konsentrasi Jepang Siringo-ringo di Deli, dan membebaskan pasukan pro-Belanda yang ditawan. Ia berhasil.

Sebulan kemudian tentara Inggris mendarat di Sumatera Utara, dan entah bagaimana Westerling bergabung dengan pasukan ini. Tugasnya, melakukan kontraspionase, demikian kata buku Westerling, De Eenling. Itu makanya di Medan ia mengkoordinir orang-orang Cina, membentuk pasukan teror Poh An Tui (PAT). Pertengahan tahun 1946, ia dikirim ke Jakarta.

Di KNIL, karier militer Westerling menanjak cepat. Mulanya, ia hanya seorang instruktur. Tak lama, pada usia 27 tahun, Letnan Satu Westerling diangkat sebagai Komandan Depot Speciale Troepen (DST), Pasukan Para Khusus Belanda. Pasukan inilah yang ditugaskan ke Makassar, untuk membantu Kolonel De Vries mempertahankan kekuasaan Belanda. Pada 5 Desember 1946, ia tiba di Makassar. Belum seminggu di tempat baru, ia sudah membuat teror yang menggemparkan. Kampung dikepung, dihujani mortir. Rumah-rumah dibakar habis. Penduduk dikumpulkan, dibantai. Dan para anggota pergerakan kemerdekaan disiksa, sebelum dihabisi dengan biji-biji peluru.

Empat bulan teror, perlawanan penduduk mereda. Anehnya, rakyat mengelu-elukan Westerling, mungkin karena takut. Ketika beranjak dari Makassar, kembali ke Jawa, konon, seseorang memberikan kenang-kenangan sebilah badik.

Westerling ternyata memang berbakat menjadi jagal manusia. Di Bandung ia ikut kemelut politik Indonesia, untuk menyalurkan bakatnya membunuh. Lewat APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), ia memancing pertumpahan darah.
Tapi di Bandung pula ia memasuki hidup berumah tangga, menikah dengan wanita setempat, yang bernama Ivonne Fournier. Semua itu, APRA dan perkawinannya, dilakukannya sebagai orang biasa, setelah jabatannya sebagai Komandan DST dicopot oleh Panglima KNIL Jenderal Simon Spoor, di Batujajar, 21 November 1948.

Gagal dengan APRA, Westerling tak juga patah. Ia dan anak buahnya, menurut buku Westerling yang ditulis Supardi, sering mengadakan pertemuan di Nite Club Black Cat di Jalan Segara (sekarang Jalan Veteran 1), Jakarta. Mereka menggunakan pabrik besi Nyo Peng Liong sebagai tempat merakit senjata. Sedangkan dana ia peroleh dari sejumlah perkebunan di Jawa Barat, bantuan seorang yang bernama Jungschlager (orang ini diduga anggota Nefis, Dinas Intelijen Militer Belanda), juga pampasan perang dari Jepang.
Kamis, 23 Februari 1950, pukul 10 pagi Letnan Sanjoto mendapat informasi bahwa Westerling berada di Pelabuhan II Tanjung Priok. Sanjoto menugasi Letnan Kusuma dan Letnan Supardi, penulis buku itu, menangkap Westerling. Pukul 19.00 mereka mengendarai jip Willys, mendatangi Westerling. Rencananya, mereka akan mengajak ngobrol sebentar, lalu Supardi menembak Westerling, dan Kusuma meledakkan granat.

Aksi tak berjalan sesuai skenario. Sebelum rencana terlaksana, Westerling malah menghampiri mereka, mengajak minum bir. Mereka tak kuasa menolak. Tapi tugas tetap dilaksanakan: kedua letnan itu mengatakan kepada Westerling bahwa ia diharap datang ke markas Tanjung Priok sebentar.
Mereka berangkat dengan kendaraan masing-masing. Di tengah perjalanan Westerling dan anak buahnya memberondong mobil Kusuma dan Supardi hingga terbalik dan penumpangnya luka. Mayor Brentel Susilo dan Letnan J.C. Princen, yang menguntit jejak Westerling, ganti mengejarnya.
Tapi terlambat, hari itu juga Westerling terbang ke Singapura dengan pesawat Catalina yang diduga telah dipersiapkan sebelumnya.

Di Singapura Westerling sempat ditangkap Inggris. Tapi kemudian ia bisa berangkat ke Belanda, Agustus, tahun itu juga. Nasibnya di luar medan perang bisa dibilang buruk. Ia mencoba bergerak di bidang percetakan, gagal. Pernah juga ia mencoba menjadi penyanyi opera, belajar menyanyi di Jerman, gagal lagi.
“Saya jual buku saja,” katanya suatu ketika. Dan akhirnya memang ia hidup sebagai pedagang buku bekas. Westerling nyaris terjun ke kancah perang lagi. Ia sempat membikin dua memorandum yang isinya mendorong agar Eropa (termasuk Belanda) berperang menghadapi Vietkong. Tak ada yang menanggapi. Menjelang perebutan Da Nang, Juli 1965, seseorang menghubunginya, menawarinya melatih pasukan Vietkong. Kabarnya, Westerling hampir berangkat bila tidak dicegah pemerintah Belanda.
Westerling memang khas tentara bayaran. Ia tampaknya tak pernah berpikir untuk siapa dan untuk apa dia menembak. Hingga saat-saat terakhirnya, sejauh diketahui, Westerling belum pernah mengaku bersalah atas terornya di Indonesia. Yang dilakukannya, katanya, adalah melindungi rakyat.

Si jagoan Kaptein de Turk (julukannya karena ia berdarah Turki) akhirnya ‘ditaklukkan’ bukan di medan perang, tapi di medan ilmu. Sejarawan De Jong melalui bukunya membuka kembali masa lalu De Turk, dan membuat penyakit jantungnya kambuh.

Demikian, sekedar coretan, untuk mengingatkan kembali rasa nasionalisme  bangsa Indonesia. Terima kasih.






Saturday, May 3, 2014

Jejak Sejarah di Dalam Sejarah Lisan



Dalam perkembangan sejarah manusia dalam hidup di masyarakat, telah menempuh perjalanan yang sedemikian lama. Masyarakat generasi berikutnya, berupaya mempelajari warisan budaya masyarakat masa lampau, melalui jejak sejarah dalam berbagai bentuk.

1. Folklore
Folklore sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada jaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklorenya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklore ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.
a. Ciri-ciri folklore
   1) Folklore menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
   2) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni dengan tutur kata atau gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya.
   3) Folklore bersifat anonim, artinya penciptanya tidak diketahui.
   4) Folklore hadir dalam versi-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara lisan sehingga mudah mengalami perubahan.
   5) Folklore bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standar.

b. Bentuk-bentuk folklore
   1) Folklore lisan adalah folklore yang bentuknya murni secara lisan, yang terdiri dari:
a) Puisi rakyat, misalnya pantun. Contoh: wajik klethik gula Jawa (isih cilik sing prasaja)
b) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki. Contoh : Binatang apa yang perut, kaki, dan ekornya semua di kepala? jawabnya: kutu kepala.
c) Bahasa rakyat, seperti logat (Jawa, Banyumasan, Sunda, Bugis dan sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut), dan gelar kebangsawanan (raden mas, teuku, dan sebagainya) dan sebagainya.
d) Ungkapan tradisional, seperti peribahasa/ pepatah. Contoh : seperti telur di ujung tanduk (keadaan yang gawat), koyo kethek keno tulup (seperti kera kena sumpit) yakni untuk menggambarkan orang yang bingung.
e) Cerita prosa rakyat, misalnya mite, legenda, dan dongeng.

   2) Folklore sebagian lisan
Folklore sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, seperti: kepercayaan rakyat/ takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, pesta rakyat dan sebagainya.

   3) Folklore bukan lisan (non verbal folklore)
Folklore bukan lisan adalah folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Contoh: arsitektur rakyat (bentuk rumah Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja, dsb); kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan dan sebagainya; di mana masing-masing daerah berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

2. Mite
Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite selalu ditokohi oleh dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain. Mite umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, gejala alam, kisah percintaan, hubungan kekerabatan dan sebagainya. Contoh: Dewi Sri (Dewi Padi), Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan), Joko Tarub, Dewi Nawangwulan dan sebagainya.

3. Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif.
Legenda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut.
   1) Legenda keagamaan, contohnya legenda Wali Songo.
   2) Legenda tentang alam gaib, contohnya legenda tentang makhluk halus misalnya peri, sundel bolong, gendruwo, hantu dan sebagainya.
   3) Legenda perorangan, contohnya cerita Panji, Jayaprana, Calon Arang dan sebagainya.
   4) Legenda setempat, yang erat hubungan dengan suatu tempat, seperti Legenda Sangkuriang (tentang Gunung Tangkuban Perahu), legenda asal mula nama Rawa Pening Jawa Tengah, Rara Jonggrang dan sebagainya.

4. Lagu
Lagu adalah ragam irama suara yang berirama atau nyanyian. Setiap daerah memiliki lagu daerah sendiri-sendiri, misalnya Soleram (Riau), Sue Ora Jamu, Rujak Ulek, Bengawan Solo (Jawa), Potong Bebek (Nusa Tenggara Timur), dan O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara). Untaian syair yang dilagukan yang ada di berbagai daerah, demikian juga memiliki sejarah tersendiri, siapa pengarangnya atau penciptanya pada saatnya dilagukan, apa tujuannya; kesemuanya juga memiliki nilai sejarah. Berkaitan dengan lagu daerah yang ada di daerah Anda, bagaimana sejarahnya ?

5. Upacara Adat
Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara jamasan pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa folklore, mitologi, legenda, upacara, dan lagu dari berbagai daerah di Indonesia memiliki nilai sejarah. Semuanya itu memberikan sumbangan bagi penulisan sejarah daerah.

Satu hal yang perlu dicermati bila hal itu dijadikan sumber dalam penulisan sejarah, maka perlu adanya kritik sumber sehingga nilai keilmiahan sejarah dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini dibutuhkan kecermatan dan ketajaman dalam menghasilkan interpretasi.

Demikian, semoga dapat menambah wawasan kita berkaitan dengan sejarah lisan di Indonesia.

Friday, May 2, 2014

Apakah Aplikasi Dapodikmen Sekolah Menengah ?


Sejalan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2014, Ditjen Dikmen Kemdikbud telah merilis dan meluncurkan aplikasi pendataan untuk membackup kebutuhan di lingkungan sekolah menengah pada masa mendatang. Aplikasi tersebut dinamakan aplikasi dapodikmen.

Tahun ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemdikbud telah mengembangkan aplikasi pendataan untuk menjaring data individual sekolah menengah, yaitu SMA, SMK dan SMA-LB. Aplikasi tersebut diberi nama aplikasi Dapodikmen, yang dapat diakses dengan alamat http://dapo.dikmen.kemdikbud.go.id.

Aplikasi Dapodikmen ini bukan merupakan aplikasi baru, melainkan pengembangan dari aplikasi PAS (Paket Aplikasi Sekolah) yang dimiliki Ditjen Dikmen sebelumnya. Dapodikmen ini pengembangan lebih lanjut dari aplikasi yang sudah ada. Sehingga PAS untuk SMA, SMK dan SMA-LB diintegrasikan.

Berdasarkan Surat Edaran Mendikbud No. 0293/MPK.A/PR/2014, tidak ada lagi penjaringan data di luar sistem pendataan Dapodik. Sebagai sebuah institusi, pendidikan juga menganggap  pentingnya data untuk sebuah perencanaan. Dan perencanaan merupakan langkah awal untuk pengembangan berbagai hal, termasuk di bidang pendidikan.

Dapodikmen juga dibutuhkan untuk mendukung suksesnya program Pendidikan Menengah Universal (PMU) dan implementasi Kurikulum 2013. Ditjen Dikmen sudah menyiapkan perangkat lunak (software) Dapodikmen dan buku manual penggunaan aplikasi untuk dibagikan ke sekolah-sekolah sehingga memudahkan operator sekolah dalam menggunakan aplikasi Dapodikmen.

Thursday, May 1, 2014

Pendidikan Untuk Peradaban Indonesia Yang Unggul



Hari ini, Jumat/ 2 Mei 2014, segenap insan pendidikan di seluruh Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Ada beberapa hal yang menarik untuk dicermati.

Selamat Hari Pendidikan Nasional! Seperti biasanya, setiap tahun kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei. Tahun 2014 ini, Hardiknas mengambil tema “Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang Unggul.


Tema tersebut diambil untuk mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya untuk menyelesaikan atau menjawab persoalan-persoalan yang sifatnya sangat teknis dan bersifat kekinian semata, melainkan lebih jauh dari itu, yaitu bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah upaya memanusiakan manusia untuk membangun peradaban yang unggul.

Dalam sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh,  ada dua hal yang sangat mendasar dalam dunia pendidikan. Pertama, terkait dengan akses untuk mendapatkan layanan pendidikan. Akses tersebut dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan keterjangkauan. Kedua, terkait dengan kualitas, yang dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ketersediaan dan kualitas guru, kurikulum, dan sarana prasarana.

Mendikbud mengajak semua pihak, baik guru serta pemangku kepentingan lain dalam dunia pendidikan untuk bersama-sama menyukseskan impelementasi Kurikulum 2013. InsyaAllah, melalui Kurikulum 2013 itu, anak-anak kita akan memiliki kompetensi secara utuh yang mencakupi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Semua program yang baik dan telah sukses terlaksana dapat dipertahankan, diteruskan, bahkan ditingkatkan. Sedangkan program yang belum berjalan dengan baik harus ditinjau ulang keberlanjutannya untuk disempurnakan agar menjadi program yang berjalan dengan baik dan bermanfaat.

Demikian, sekedar coretan, semoga bermanfaat bagi semuanya.