Sunday, November 19, 2017

Periodisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Selama kurun waktu (1908 - 1942), pergerakan kebangsaan Indonesia mengalami perkembangan yang tidak sama yang disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun perkembangan tersebut dapat dibedakan atas :

1. Periode 1908-1920
Pada periode ini ditandai dengan kebangkitan pergerakan kebangsaan. Muncul tiga organisasi yang menonjol dengan sifat yang berbeda. Budi Utomo lebih bersifat organisasi budaya. Sarekat Islam bersifat sosial ekonomis dan religius, sedangkan Indische Partij bersifat politis. Meskipun demikian ketiganya dalam taraf berbeda berjiwa nasionalistis. Kebijakan pemerintah kolonial tidak begitu mengekang organisasi yang ada, kecuali terhadap Indische Partij yang terus terang bertujuan Indonesia merdeka. Periode ini juga ditandai lahirnya organisasi kedaerahan dan organisasi khusus (pemuda dan perempuan) serta organisasi keagamaan.

2. Periode 1920-1930
Situasi pasca perang dunia I (1914-1918) mempengaruhi hubungan Nederland dan Indonesia. Pergerakan nasional menjadi makin radikal. Budi Utomo memperluas kegiatannya dengan masuk politik, dimana bersama SI menuntut diadakannya milisi bagi bumi putera Hindia Belanda. Pemerintah kolonial mengeluarkan UU tentang pembentukan Volksraad di tingkat pusat. Realisasinya pada waktu gubernur jendral Limburg Stirum berpidato pada pembentukan Volksraad tanggal 18 Mei 1918.

Disamping itu juga disebabkan masuk dan berkembangnya aliran sosialisme ke Indonesia melalui ISDV. Sehingga strategi pergerakan meliputi:
a) Tuntutan diadakannya milisi bagi bumi putra (Inlandsche Militie) dirintis SI dan BU.
b) Pembentukan Radicale Consentratie (Konsentrasi Radikal) pada Nopember 1918.

Setelah perang dunia I, perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme dalam bangsa terjajah di Asia Afrika makin menonjol. Hal ini didukung seruan presiden Wilson (AS) tentang hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa. Kematangan dalam perjuangan dan sikap keras yang diambil pemerintah kolonial menyebabkan sikap moderat makin ditinggalkan dan sikap radikal makin menonjol. Sikap ini ditandai oleh taktik non kooperasi dari pergerakan kebangsaan. Dalam arti dalam memperjuangkan cita-citanya mereka tidak mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial terutama bidang politik. Berbagai upaya dilakukan sendiri misal memperkokoh persatuan nasional, memajukan pendidikan, meningkatkan  kegiatan sosial untuk kesejahteraan rakyat.   

Konsentrasi Radikal terdiri dari BU, SI, ISDV dan Insulinde (organisasi pengganti IP). Gerakan ini menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan yang meliputi:
1) Pembentukan Dewan Kerajaan yang terdiri dari wakil wilayah kerajaan dengan kedudukan dan hak yang sama.
2) Mengubah Volksraad menjadi parlemen dengan hak perundangan dan hak bugjet.
3) Mengubah Raad van Indiƫ (Dewan India) menjadi Raad van Staat/ Senat.
4) Kepala departemen bertanggung jawab kepada Volksraad yang telah dubah menjadi parlemen.
5) Perluasan otonomi sampai ke desa dan luar Jawa. 

Taktik non kooperasi pada masa ini dilakukan organisasi SI, Perhimpunan Indonesia, PNI dan PKI. Radikalisasi bertambah kuat sejak tahun 1921, yang disebabkan oleh:
1) Timbulnya krisis ekonomi tahun 1921 dan krisis perusahaan gula sejak 1918.
2) Penggantian kepala pemerintahan dengan gubernur jendral Fock yang bersikap reaksioner.

Pada masa ini organisasi pergerakan yang berkembang adalah Perhimpunan Indonesia yang semula bernama Indische Vereneiging (1908). Kegiatan PI (1925) meliputi propaganda di Indonesia danluar negeri. Organisasi PI bersifat nasional demokratis dan anti kolonial. PI pernah mewakili Indonesia dalam kegiatan Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, Liga Demokrasi Internasionl, Konggres Wanita Internasional dan berhubungan dengan Komunis Internasional. Kegiatan ini dilakukan dalam kurun waktu 1926-1927. 

Kegiatan PI di Eropa dan pengaruh yang makin kuat  mulai dicurigai Belanda. Tuduhan akan mengadakan pemberontakan dijadikan dalih untuk melakukan penggeledahan terhadap pemimpin PI (Juni 1927). Empat pemimpinnya ditangkap dan diadili: M. Hatta, Nazir Datuk Pamuncak, Ali Sastroamijoyo dan Abdul Majid Joyoadiningrat. Mereka tidak terbukti dan dibebaskan, namun gerak geriknya diawasi dengan ketat.

Organisasi PKI juga berkembang pesat dengan menyusup ke dalam SI. Setelah merasa cukup kuat, tahun 1926-1927 dilakukan gerakan pemberontakan di Jawa barat, Jawa tengah dan Sumatra. Pemberontakan dapat dipadamkan dengan korban dalam jumlah besar. 

Dalam situasi demikian muncul PNI yang didirikan di Bandung pada 4 Juli 1927. PNI bersikap anti kolonialisme dan non kooperasi, tetapi berusaha menggalang persatuan dengan partai lain untuk mencapai cita-cita. PNI mengadakan pembelaan terhadap pimpinan PI dan menyebarluaskan konsep nasionalismenya. 
Usaha PNI:
Membentuk PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.

Federasi ini dibentuk dalam konferensi 17-18 Desember 1927 di Bandung. PPPKI beranggotakan PNI, SI, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Algemeene Studieclub. PPPKI berusaha mencapai:
a) Persamaan arah aksi kebangsaan, memperkuatnya dengan memperbaiki organisasi dan melakukan kerjasama dalam perjuangan.
b) Menghindarkan perselisihan antar anggota yang hanya akan merugikan perjuangan.

Organisasi PPPKI memiliki Majelis Pertimbanga yang terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara serta wakil dari anggota. Keputusan diambil dengan suara bulat. Jika dibandingkan dengan Radicale Concentratie, PPPKI memiliki kelebihan : sudah benar-benar nasionalis, berdiri lebih lama dan bersifat umum. Namun demikian PPPKI memiliki kelemahan yaitu :
1) gabungan itu tidak memiliki asas yang sama (agama, kebangsaan dan kedaerahan)
2) sikapnya terhadap kolonial Belanda tidak sama (kooperasi dan non kooperasi)

Kemajuan yang dicapai organisasi pergerakan menimbulkan kecemasan kalangan reaksioner Belanda di Indonesia. Isu PNI akan mengadakan pemberontakan dijadikan dasar untuk penggeledahan dan penangkapan pemimpinnya (24 Des 1929).

Terhadap peristiwa ini, kalangan pergerakan kebangsaan melakukan protes. Para pimpinan PNI diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Soekarno melakukan pembelaan dengan pidato Indonesia Menggugat. Peristiwa ini mengakibatkan banyak pimpinan PNI dipenjara. Sehingga atas inisiatif Mr. Sartono, PNI dibubarkan pada 25 April 1930.   

3. Periode 1930-1935
Pada masa ini organisasi pergerakan kebangsaan mengalami masa krisis. Adapun latar belakangnya adalah:
a) Pengaruh krisis ekonomi 1929/1930 yang memaksa pemerintah bertindak keras untuk menjaga ketertiban dan keamanan, pasal karet dan exorbitante rechten sering digunakan.
b) Pembatasan hak berkumpul dan berserikat dengan cara:
   1) Pengawasan ketat oleh polisi dengan hak menghadiri rapat partai.
   2) Larangan bagi pegawai untuk menjadi anggota partai politik.
c) Tanpa melalui proses pengadilan gubernur jendral dapat menyatakan sesuatu pergerakan bertentangan dengan law and order (Koninklijk besluit 1 September 1919)
d) Akibat kerasnya tindakan pemerintah kolonial, banyak pemuka pergerakan yang diasingkan.

Partai yang ada terpaksa mengurangi sikap kerasnya terhadap pemerintah kolonial. Sehingga dalam periode ini partai sesudah 1930 umumnya bersifat lunak atau moderat. Partai moderat dibiarkan hidup, karena:
1) Semangat demokrasi yang tumbuh pasca perang dunia I mendorong pemerintah membiarkan adanya partai untuk menunjukkan adanya hak demokrasi.
2) Partai yang moderat meski tujuannya tetap Indonesia Merdeka, tetapi gerakannya menaati peraturan yang ada.
3) Ada kemungkinan partai tersebut bisa diajak kerjasama menghadapi bahaya dari luar.

4. Periode 1935-1942
Kondisi ekonomi yang mulai bebas dari krisis, mendorong kalangan pergerakan mengharapkan agar hak politik berdasarkan demokrasi dipulihkan. Pembatasan hak berserikat dan berkumpul agar ditiadakan. Terjadi pergantian pemegang kekuasaan dari de Jong yang reaksioner kepada Tjarda van Starkenborg Stachouwer yang lebih luwes dan menaruh perhatian serius terhadap keinginan pergerakan.

Disamping pulihnya kondisi ekonomi dan pergantian gubernur jendral, juga didasari timbulnya kegentingan dunia. Dimana aktivitas Hitler di Eropa mencemaskan pihak Belanda. Hal ini masih ditambah bahaya ekspansi Jepang ke selatan atas dasar Hakko Ichiu dan Tanaka Plan. Atas dasar hal tersebut, pemerintah kolonial tetap mempertahankan aturan pembatasan. Namun demikian tuntutan pembaruan dari pergerakan ditanggapi dengan hati-hati.

Dalam periode ini, muncul beberapa organisasi konfederasi, yaitu:

1) GAPI (Gabungan Politik Indonesia) 
GAPI dibentuk tahun 1939 dengan latar belakang penolakan petisi Sutardjo pada tahun 1938, padahal petisi sudah diterima Volksraad. GAPI terdiri dari Parindra, Gerindo, Pasundan, persatuan Minahasa, PSII dan PII, serta Perhimpunan Politik Katholik Indonesia. GAPI diketuai Abikusno dibantu MH. Thamrin dan Amir Syarifuddin. Perjuangan GAPI meliputi:
a) Pelaksanaan The Right of Self Determination.
b) Persatuan kebangsaan atas dasar demokrasi politik, demokrasi sosial dan ekonomi.
c) Pembentukan parlemen yang dipilih secara bebas dan umum, mewakili dan bertanggungjawab kepada rakyat; parlemen terdiri atas dua kmar: Senat dan Volkskamer.
d) Membentuk solidaritas Indonesia-Belanda untuk menghadapi kekuatan facis.
e) Pengangkatan lebih banyak orang Indonesia dalam berbagai jabatan negara. 
Sehingga Gapi memiliki slogan Indonesia Berparlemen dan Indonesianisasi. Perjuangan yang  dilakukan Gapi sampai Indonesia jatuh ke tangan Jepang belum berhasil. 

2) MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia)
Organisasi ini merupakan federasi Muhammadiyah dengan NU, yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937. Federasi ini dibentuk berkaitan dengan sifat keagamaan dan persatuan umat Islam. Dalam masa pendudukan Jepang, organisasi ini tidak dilarang.

3) PVPN (Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri)
PVPN didirikan di Jakarta pada tahun 1929 dan merupakan gabungan serikat sekerja pegawai pemerintah. PVPN tidak berpolitik dengan tujuan perbaikan kesejahteraan anggota. Dalam perkembangannya, PVPN masuk Majelis Rakyat Indonesia yang berpolitik.

4) Konfederasi Pergerakan
Beberapa federasi pergerakan mengadakan konfederasi yaitu Konggres Rakyat Indonesia tahun 1939 atas gagasan Gapi. Hal ini bertujuan untuk menggalang persatuan yang lebih kokoh. Anggota KRI adalah Gapi, MIAI dan PVPN. Tahun 1941 diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia dengan tokohnya Sartono, Sukiman dan RP. Suroso.

Menjelang perang dunia II, lahir tuntutan kalangan pergerakan kebangsaan agar diberikan pemulihan hak politik dan demokrasi.
           
1) Petisi Sutarjo
Sutarjo, Kasimo, Ratulangie, Datuk Tumenggung, Alatas dan Ko Kwat Tioag mengajukan petisi pada 15 Juli 1936. Isinya yaitu supaya diadakan suatu sidang permusyawaratan, dari wakil Nederland dan India Nederland atas dasar kesamaan kedudukan untuk menyusun rencana pemberian hak berdiri sendiri (otonomi) dalam batas pasal 1 konstitusi kepada India Nederland dalam waktu 10 tahun. Hal ini tidak mendapat tanggapan positif dari pemerintah kolonial.

2) Mosi Wiwoho
Pada bulan Pebruari 1940, Wiwoho (anggota Volksraad) mengajukan mosi yang disetujui Volksraad. Mosi berisi usulan diadakannya perubahan kenegaraan menurut Konstitusi 1922 yang memungkinkan pemberian kemerdekaan Indonesia dalam perhubungan kerajaan (semacam dominion) dalam waktu 5 tahun. Juga diusulkan perubahan istilah: India Belanda diganti dengan Indonesia dan Inlander diubah menjadi bangsa Indonesia. Usulan ini ditolak pemerintah Belanda hingga masuk dan berkuasanya pendudukan Jepang ke Indonesia.

1 comment:

  1. jadi jelas pak, di buku nggak ada periodisasinya. kembangkan terus blognya pak,..

    ReplyDelete