Thursday, June 29, 2017

Cara Register Dan Login Pada SIM Guru Pembelajar/ PKB Guru 2017

Pada saat ini, kalangan tenaga pendidik dalam suasana Idul Fitri, mulai disibukkan dengan program SIM PKB Guru. SIM Guru Pembelajar 2017 (SIM PKB Guru) telah mengalami peningkatan akses bagi semua guru baik yang telah mengikuti UKG 2015 maupun belum. Oleh karena itu, silakan anda menyimak baik-baik cara registrasi dan loginnya pada uraian berikut.

SIM PKB Guru (Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) merupakan program lanjutan SIM Guru Pembelajar (GPO) yang dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kompetensi pendidik sehingga mampu menjadi faktor pendorong peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Program ini ditujukan bagi pendidik bersertifikat maupun belum dengan pencapaian minimal nilai UKG rata-rata nasional sebesar 70. 

Tuesday, June 6, 2017

Dampak Kolonialisme di Indonesia_Sebuah Catatan

Pelaksanaan kolonialisme secara umum membawa dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat pribumi. Akibat kolonialisme ialah hampir semua negara Asia Afrika pada abad XVIII dan XIX kehilangan kemerdekaan politik dan kebebasan perekonomiannya. Disamping itu juga bidang kebudayaan nampak pengaruh yang merugikan masyarakat pribumi (Roeslan Abdulgani. t.th).

Pelaksanaan kolonialisme di Indonesia dapat dilihat dari ciri-ciri pokok imperialisme Belanda yang meliputi :
1.membeda-bedakan warna kulit
2.menjadikan tanah jajahan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi negara induk.
3.perbaikan sosial sedikit.
4.jarak sosial yang jauh antara bangsa terjajah dengan penjajah.

Suatu masyarakat kolonial seperti dikatakan Sartono Kartodirdjo (1990); memiliki ciri adanya diskriminasi ras putih dan berwarna dan adanya pembatasan-pembatasan dalam pergaulan sosial diantara ras. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat kolonial ini tidak terjadi kontak sosial dan terjadi pemisahan fisik yang cukup menyolok antara penjajah dan terjajah.
Tampak jelas dari kalangan pribumi dilarang keras memasuki berbagai perkumpulan, lapangan olahraga dan daerah tempat tinggal orang Belanda. Orang Eropa di kota memiliki daerah tempat tinggal khusus, yang tentunya di bagian kota yang baik.

Masyarakat kolonial dengan dua kekuatan yang berlawanan kepentingan memunculkan konflik yang tetap dalam berbagai segi kehidupan. Adanya diskriminasi memperkuat konflik yang ada. Situasi kolonial tersebut merupakan tantangan bagi rakyat di daerah jajahan untuk berusaha mempertahankan diri dan untuk mengubah situasi yang ada.

Dalam hal ini, bangsa Indonesia tidak tinggal diam, sehingga memunculkan perlawanan di berbagai daerah, misal perlawanan sultan Agung, Diponegoro, Aceh, Hasannudin, dan sebagainya. Adanya perlawanan tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak dapat ditundukkan sepenuhnya dan ditindas bangsa lain.

Pada dasarnya perlawanan bangsa Indonesia (dan bangsa Asia Afrika lainnya) dilakukan dengan cara perlawanan Zelotisme yaitu dengan menolak segala pengaruh asing dan mengisolasi diri. Disamping itu juga Herodianisme yaitu menentang dengan mengoper segala cara barat dan menggunakannya untuk memperkuat diri (lihat CST. Kansil dan Julianto, 1986).

Adanya perlawanan di berbagai daerah, ternyata ditanggapi kolonial Belanda dengan berusaha menumpas perlawanan secepat mungkin. Hal ini nampak dari pernyataan Soekarno (1964), semua keadaan dalam negeri djadjahan, jang bertentangan dengan kepentingannja fihak itu, jang merugikan akan kepentingannja fihak itu segera mendapat perlawanan daripadanja.


Praktik Kolonialisme di Dunia_Sebuah Deskripsi

Kolonialisme pada dasarnya bergerak dalam tiga bidang, yaitu ekonomi, politik, dan kebudayaan. Dalam ketiga aspek tersebut. Kepribadian penduduk pribumi akan dihancurkan.

Adapun pelaksanaan/ praktik kolonialisme sedikit banyak tergantung pada kondisi negara penjajah. Berdasarkan perbedaan mengenai kekayaan alam atau kemajuan teknologi dan sistem produksi barang yang merupakan faktor obyektif dari negara penjajah dapat digolongkan atas empat bagian :
1.Penjajah yang kaya dan royal
Tipe ini dapat diartikan tanah air penjajah kaya akan barang tambang dan industrinya telah maju, sehingga tidak begitu banyak menghisap kekayaan atau tenaga dari bangsa yang dijajahnya. Bangsa yang dijajah diberi bantuan pendidikan sehingga merasa berhutang budi kepada negara penjajah. Sebagai contoh USA di Philipina hingga 1946.

2.Penjajah yang semi kaya
Tipe ini merupakan penjajah yang tanah airnya meskipun tidak banyak mengandung bahan tambang tertentu, persediaan yang ada sudah dapat digunakan sebagai landasan bagi kemajuan industri. Negara ini memerlukan pasaran bagi tempat menjual hasil industrinya. Untuk meningkatkan daya beli rakyat jajahan, maka diselenggarakan peningkatan taraf pendidikan di daerah jajahan. Penjajah sedikit banyak masih membutuhkan beberapa koloditas dari negeri jajahannya, misal Inggris di India.

3.Penjajah yang miskin
Tipe ini merupakan negara penjajah dimana industrinya telah maju, tetapi tanah airnya tidak banyak menghasilkan bahan baku bagi industrinya. Bahan baku didatangkan dari luar negeri, terutama dari daerah jajahan. Mereka secara inteksif mengeksploitasi daerah jajahan untuk penyediaan bahan baku bagi industrinya, misal : Belanda di Indonesia.

4. Penjajah yang sangat miskin
Tipe ini merupakan penjajah yang negerinya tergolong miskin akan bahan tambang dan tanahnya tidak subur, sehingga keperluan rakyat didatangkan dari luar negeri. Penjajah ini sangat menekan dan menghisap negeri dan penduduk yang dijajah (Suhartoyo Hardjosatoto, 1985).

Dengan demikian dapat dimaklumi bila corak penjajah menentukan sifat dan perlakuan penjajah terhadap tanah air maupun bangsa yang dijajahnya. Dalam praktiknya, kolonialisme diantara negara penjajah memiliki perkembangan yang berlainan.

Meskipun demikian, ada persamaan, dimana pada awal kedatangannya, para kolonis yang datang pertama di daerah Asia dan daerah lainnya mengadakan kontak dagang dengan penduduk pribumi. Perdagangan tersebut membawa keuntungan yang besar, sehingga menarik bangsa Eropa yang lain untuk ikut berdagang.

Setelah mengetahui potensi yang ada, maka timbul niat kolonis untuk menguasai daerah penghasil bahan dagangan. Hal ini menimbulkan persaingan diantara bangsa Eropa. Masing-masing membentuk kongsi dagang guna menghadapi kekuatan dagang bangsa lain.
Para kolonis berlomba dan bersaing dalam mencari dan menguasai daerah yang potensial. Mereka mulai mendesak pedagang pribumi. Meskipun demikian, usaha ini baru dapat dilakukan secara bertahap. Posisi pedagang pribumi secara lambar dan pasti mulai bergeser dan peranan mereka menurun. Pedagang pribumi memang berjumlah besar/ banyak, namun mereka tidak terorganisir.

Setelah pedagang pribumi terdesak, maka kolonis Eropa mulai menaklukkan para raja dan sultan yang berkuasa pada saat itu. Maka dimulailah fase baru, yaitu campur tangan dalam masalah intern suatu kerajaan.

Lambat laun dengan kekuasaan politik yang diperoleh, usaha kolonis untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangannya lebih teratur dan terencana. Dengan demikian, eksploitasi ekonomi dimulai dan lapisan masyarakat ini diinfiltrasi dengan nilai-nilai kebudayaan Eropa.

Nampak sekali penerapan nilai kebudayaan baru dimaksudkan untuk menjadikan lapisan atas sebagai alat yang dapat digunakan untuk mengurusi dan emnguasai penduduk pribumi. Lapisan atas dari penduduk pribumi berfungsi sebagai alat administrasi kolonial belaka.

Sumber :
Roeslan Abdulgani.t.th.Nasionalisme Asia Sebagai faktor kekuatan Dalam Percaturan Internasional. Jakarta :
Suhartoyo Hardjosatoto.1985.Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia Suatu Analisa Ilmiah. Jogjakarta : Liberty

Konsep Dasar Kolonialisme_Sebuah Pandangan

Kolonialisme dapat diartikan sebagai rangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan dengan jalan dominasi politik, eksploitasi ekonomi dan penetrasi kebudayaan.

Bagi sebagian masyarakat awam, sering kata kolonialisme diidentikkan dengan imperialisme, padahal kurang tepat. Kolonialisme merupakan nafsu guna menguasai daerah lain. Namun usaha selanjutnya yaitu kolonis yang memiliki beberapa koloni di daerah lain berusaha menyatukan koloninya menjadi suatu sistem pengusahaan, maka usaha ke arah itu disebut dengan imperialisme. Dengan demikian kedua istilah tersebut merupakan suatu rangkaian atau proses.

Kolonialisme tidak dapat dipisahkan dari nasionalisme Eropa. Nasionalisme Eropa dengan dipengaruhi semangat persaingan bebas dari liberalisme dan dibesarkan dalam masyarakat industri kapitalis, tumbuh menjadi aliran yang penuh dengan emosi dan sentimen. Mereka cenderung merendahkan bangsa lain. Dengan demikian, nasionalisme Eropa pada waktu itu melahirkan kolonialisme (Roeslan Abdulgani. t.th).

Persaingan yang ada sering memunculkan perang satu negara dengan negara lain. Pertikaian di antara kolonis dilanjutkan di wilayah dunia timur berupa persaingan dalam rangka memperebutkan pusat perdagangan yang strategis. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekarno (1964), jang menjebabkan kolonisasi itu bukanlah keinginan pada kemasjhuran, bukan keinginan melihat dunia asing, bukan keinginan merdeka, dan bukan pula oleh karena negeri rakyat jang mendjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banjaknja penduduk,-sebagai jang telah diadjarkan oleh Gustav Klemm-, akan tetapi asalnja kolonisasi jang teristimewa soal rezeki (h.1).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa :
Jang pertama-tama menjebabkan kolonisasi jalah hampir selamanja kekurangan bekal hidup dalam tanah airnja sendiri-sendiri, begitulah Dietrich Schefer berkata. Kekurangan rezeki, itulah jang mendjadi sebab rakjat-rakjat Eropah mentjari rezeki di negeri lain ! itulah pula jang mendjadi sebab rakjat-rakjat itu mendjadjah negeri-negeri, dimana mereka bisa mendapat rezeki itu (h.1).

Sumber :
Soekarno.1964. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1. Jakarta : Panitia Penerbit DI Bawah Bendera Revolusi
Roeslan Abdulgani.t.th.Nasionalisme Asia Sebagai faktor kekuatan Dalam Percaturan Internasional. Jakarta :
CST. Kansil dan Julianto.1986. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia.Jakarta: Erlangga