Thursday, September 18, 2014

Kehidupan Masyarakat dan Teknologi Masa Mesolithikum


Pada jaman batu tengah, masyarakat sudah mulai hidup menetap dan mengembangkan bercocok tanam secara sederhana. Bentuk budaya pada masa batu tengah dapat ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.

Kala pos pleistosen mengenal tiga jenis tradisi peralatan hidup yaitu tradisi serpih bilah, alat tulang dan kapak genggam Sumatra. Peralatan hidup ada yang dibuat dari kerang, namun jumlahnya kecil. Daerah penyebarannya meliputi Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian. Ketiga tradisi peralatan hidup tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:



1) serpih bilah
Teknik pembuatan serpih bilah masih melanjutkan teknik masa sebelumnya, tetapi bentuknya lebih maju baik corak maupun kemanfaatannya. Pemangkasannya sekunder, yaitu membuat alat serpih yang telah lepas dari batu intinya. Bahan pembuatannya adalah kalsedon, batu gamping dan andesit. Tradisi serpih bilah dapat dijumpai di gua Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.

Di Sulawesi Selatan dapat dijumpai di gua daerah Cakondo, Uleleba, Balisao, Tomatua, Kacicang, Karassa, Panameanga, Saripa dan Pattae. Fritz Sarasin dan Paul Sarasin mengadakan penelitian di gua Uleleba. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa suku Toala adalah keturunan orang Wedda di Caylon dan berbeda ciri fisiknya dengan suku bangsa Bugis. Van Heekeren mengadakan penelitian di Karassa, Pattae dan Panameanga. Van Heekeren membedakan tiga lapis kebudayaan yaitu :
a) Toala I atau Toala Atas yang berupa mata panah bersayap dan bergerigi, serut kerang dan gerabah.
b) Toala II atau Toala Tengah yang ditemukan alat bilah, mata panah berpangkal bundar dan alat mikrolith.
c) Toala III atau Toala Bawah yang dapat dijumpai peralatan : serpih bilah yang agak besar yaitu serpih berujung cekung dan serpih bergagang.   

Di kepulauan Nusa Tenggara tradisi ini dapat dijumpai di Flores, Rote dan Timor. Di gua Toge (Flores), Verhoeven memperoleh serpih bilah, pisau kecil, penggaruk dari kerang, dan perhiasan dari kulit mutiara. Selain itu juga ditemukan tulang manusia yang belum menjadi fosil. Menurut T. Yacob, manusia Leang Toge memiliki ciri Austromelanesoid dan berumur sekitar 4.000 – 3.000 tahun yang lalu. Di daerah Rote diselidiki A. Buhler yang mendapatkan alat serpih berupa pisau, lancipan, gurdi yang terbuat dari bahan batu jaspis merah dan coklat. Di Timor, diselidiki W. Meyer, Buhler dan Willems dan diperoleh bilah, bilah berpinggang, lancipan bergagang, dan kapak perimbas kecil.

2) alat tulang
Menurut van Stein Callenfels, tradisi alat dari tulang berasal dari Vietnam Selatan dan Annam dan menyebar ke selatan hingga Jawa Timur. Penemuan yang terkenal di gua Lawa (Sampung/ Ponorogo). Peralatan hidup menggunakan bahan tulang binatang dan tanduk. Jenis tulang yang digunakan adalah tulang gajah, kuda nil, rusa, banteng, kancil, kera, harimau dan landak. Bentuk peralatan meliputi serpih bilah, sundip, belati, lancipan, anak panah dan sumpitan. Para penelitinya adalah van Es, Callenfels dan KW. Daminerman. Daerah yang lain adalah Bojonegoro (gua Kramat dan Lawang), Tuban (gua Gedah dan Kandang), Besuki (gua Petpuruh, Sodong dan Merjan), Bali (gua Karangboma dan Selonding).

3) kapak genggam Sumatra
Tradisi kapak genggam Sumatra berasal dari Asia Tenggara yang menyebar melalui semenanjung Malaya hingga Sumatra. Berdasarkan penemuan artefak kapak Sumatra di Muangthai, diperkirakan kapak genggam Sumatra berlangsung pada tahun 170 SM.

Daerah penemuan kapak genggam Sumatra yaitu  Sumatra Utara, Lhok Seumawe, Binjai dan Tamiang. Kapak ini dibuat dari bahan batu andesit, batu pasir dan batu kwarsit. Para peneliti kapak Sumatra adalah Neuman, LC. Heiting, Witkam, Callenfels, van der Meer Mohr dan Schurmann. Selain kapak Sumatra, juga ditemukan alat dari binatang laut/ kerang yang berfungsi sebagai alat tiup, alat minum, gayung air dan perhiasan; di samping alat dari tulang hewan dan batu pipisan.

4) seni lukis
Bekas seni lukis di Indonesia dapat dijumpai di Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian. Di Sulawesi Selatan meliputi Leang Pattae, gua burung, Saripa dan gua Lambattorang. Seni lukis ini diteliti oleh van Heekeren, Heren Palm, Fransen, RP. Soejono dan Mulvaney. Lukisan yang ada berupa cap tangan berlatar belakang warna merah. Selain itu juga lukisan babi hutan yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya (Leang Pattae). Di Maluku ditemukan lukisan dinding karang dan gua di Seram dan Kei. Sedangkan di Irian dijumpai di teluk Berau, teluk Triton, teluk Bitsyari, teluk Seireri, sekitar danau Sentani, gua Guamamit, gua Pentelu dan gua Dudumunir. Dari beberapa bentuk lukisan nampak penggunaan warna yang dominan yaitu merah, hitam dan putih.

Ketika manusia sudah mengembangkan usaha bercocok tanam dan hidup menetap, terjadi perkembangan dalam tuntutan alat penunjang kehidupannya. Fungsi alat tidak lagi hanya untuk berburu atau mengolah tanah. Tetapi juga untuk keperluan yang bersifat keagamaan. Pada masa berikutnya, pembuatan benda-benda sudah mulai menampakkan aspek seni yang sangat indah. 

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan kompleks budaya jaman batu tengah atau mesolithikum meliputi :

1) Kjökkenmöddinger
Kjökkenmöddinger berasal dari bahasa Denmark yaitu Kjökken artinya dapur dan möddinger yang artinya sampah, dengan demikian merupakan sampah dapur. Penelitinya adalah van Stein Callenfels (Bapak Prasejarah Indonesia), Neuman dan Schurman. Daerah penelitiannya meliputi Lhoh Seumawe (NAD), Binjai, langsa, Tamiang dan Medan (Sumatra Utara). Menurut Schurman, Kjökkenmöddinger merupakan gundukan atau bukit kerang yang diatasnya terdapat tempat tinggal berupa rumah panggung dengan kehidupan mencari hewan laut, sedangkan kulitnya dibuang dan lama kelamaan menjadi bukit. Adapun benda hasil budaya yang ditemukan     berupa :

a) Pebble
Pebble sering disebut kapak genggam mesolithikum atau kapak Sumatra. Kapak ini dibuat dari batu kali dimana sisi luar dibiarkan dan bagian dalam dikerjakan lebih lanjut sesuai dengan keperluan.

b) Hache Courte
Kapak ini sering dinamakan kapak pendek yang mirip dengan kapak genggam. Hache courte berbentuk setengah lingkaran, tidak diasah bagian yang kasar, tajamnya pada sisi yang melengkung. Adapun fungsi kapak ini tidak jelas.

c) Pipisan
Pipisan disini termasuk didalamnya batu penggilingan dan landasannya. Pipisan merupakan alat yang masih sering dijumpai pada saat ini. Alat ini tidak hanya dipakai untuk menghaluskan makanan, namun juga untuk menghaluskan warna dan sebagai alat upacara ritual. Adapun warna yang dominan yaitu merah (sumber kekuatan), putih (lambang kesucian) dan hitam (manusia tidak akan lepas dari kegelapan).

d) Bagian atas Kjökkenmöddinger
Pada bagian ini ditemukan pecahan periuk dan beberapa barang dari jaman logam, yaitu sejenis kapak. Kapak tersebut masih bersifat kasar, tetapi tempat tajamnya telah licin dan halus diasah. Kapak ini dinamakan protoneolith.

e) Peninggalan lain
Pada bentuk Kjökkenmöddinger juga ditemukan bekas manusia, misal tulang, pecahan tengkorak dan gigi. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa manusia mesolithikum termasuk rumpun bangsa Papua Melanesoide. Jenis ini pada perkembangan berikutnya melahirkan suku bangsa Papua dan Melanesia.

2) Abris sous roche
Abris sous roche merupakan gua yang dipakai untuk tempat tinggal. Gua tersebut berupa ceruk atau lubang dalam batu karang untuk melindungi manusia dari panas dan hujan. Daerah penemuannya meliputi : Lampung, Jambi, Ponorogo, Besuki, Tuban, Bojonegoro, Timor dan Sulawesi Selatan.

Penelitian di gua Lawa (Sampung/ Ponorogo) yang dilakukan van Stein Callenfels (1928 – 1931) telah ditemukan beberapa alat dari batu, misal ujung panah, flakes, batu penggilingan, kapak yang sudah diasah. Disamping itu juga alat dari tulang dan tanduk serta perunggu dan besi. Alat dari merupakan ciri khusus budaya Sampung, sehingga disebut Sampung bone culture. Sedangkan jenis manusia pendukung kebudayaan ini diperkirakan Papua Melanesoid. Hal ini dapat dilihat pada sisa tulang manusia yang ditemukan serta tulang hewan. Di gua Lawa ini memiliki ciri khas yaitu tidak ditemukan kapak Sumatra dan kapak pendek.

Penelitian di beberapa gua di daerah Besuki yang dilakukan van Heekeren dapat ditemukan pebbles (kapak Sumatra dan kapak pendek), serta ujung panah dan alat dari tulang.

Sedangkan penelitian Fritz Sarasin dan Paul Sarasin pada tahun 1893 – 1896 di gua Leang-Leang (Lamoncong/ Sulawesi Selatan), ditemukan beberapa alat penting yaitu alat yang berbentuk flakes, ujung panah bergerigi, gambar yang ada dalam gua. Adapun peninggalan tersebut sering disebut kebudayaan suku Toala. Penelitian lebih lanjut oleh van Stein Callenfels (1933 – 1934) dan van Heekeren (1937) dapat dipastikan bahwa kebudayaan Toala termasuk kebudayaan mesolithikum.

Masyarakat sudah mengenal kepercayaan dan pnguburan mayat. Hal ini nampak dari bukti lukisan pada dinding gua yang dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri utama kebudayaan mesolithikum dilihat dari peninggalannya :
a) Pebble culture, yang ditemukan di Sumatra merupakan budaya yang menyebar dari bagian barat daratan Asia yang dapat dijumpai pada Kjökkenmöddinger.
b) Bone culture, berdasarkan tempat penemuannya diperkirakan kebudayaan ini merupakan pertemuan antara kebudayaan pebble dan flakes, yang dapat dijumpai pada Abris sous roche.
c) Flakes culture, merupakan bentuk budaya yang penyebarannya berasal dari Asia melewati jalur utara : Jepang – Taiwan – Philipina dan Indonesia, yang dapat dijumpai pada Abris sous roche.


Sumber :
R. Soekmono. 1986. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1. Jogjakarta : Kanisius
Heekeren, HR. Van. 1955. Penghidupan Dalam Zaman Prasejarah di Indonesia. Terj. Moh. Amir Sutaarga. Jakarta: Soeroengan
Sartono Kartodirjo, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta : Depdikbud
Nugroho Notosusanto, et al. 1992. Sejarah Nasional Indonesia 2 Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jakarta: Depdikbud
Edhie Wuryantoro. 1996. Sejarah Nasional dan Umum 1 untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 1. Jakarta: Depdikbud

No comments:

Post a Comment