Monday, July 21, 2014

John Lie, Menembus Blokade Kolonial Belanda

Laksamana Muda TNI (Purnawirawan) Jahja Daniel Dharma atau yang lebih dikenal sebagai John Lie merupakan salah seorang perwira tinggi TNI dari etnis Tionghoa. John Lie lahir dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kay Thai). Leluhur John diketahui berasal dari daerah Fuzhou dan Xiamen, China yang pada abad ke 18 berlayar sampai ke tanah Minahasa. Walaupun dilahirkan dari keluarga yang beragama Budha, tetapi John Lie sendiri dikenal sebagai penganut Kristen yang taat. Perkenalannya dengan agama Kristen terjadi saat dia bersekolah di Christelijke Laqere School, Manado.

Pada usial 17 tahun, John Lie meninggakan tanah kelahirannya menuju Batavia dan bekerja sebagai buruh di pelabuhan Tanjung Priok. Di kota ini, sembari menjadi buruh pelabuhan, ia mengikuti kursus navigasi. Setelah itu John Lie menjadi klerk mualim III pada kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, perusahaan pelayaran Belanda.



Pada 1942, John Lie bertugas di Khorramshahr, Iran, dan mendapatkan pendidikan militer. Setelah proklamasi kemerdekaan, beliau kemudian bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), lalu masuk sebagai prajurit Angkatan Laut RI. Jhon Lie mendapat tugas pertama di wilayah pelabuhan Cilacap dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini, selama beberapa bulan dia menorehkan prestasi dengan berhasil membersihkan semua ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Pangkatnya pun dinaikkan menjadi Mayor.

Di awal tahun 1947, John Lie bertugas mengawal kapal yang membawa 800 ton karet untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Utoyo Ramelan. Sejak itu, dia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda. Kemudian dia memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, Manila, dan New Delhi. Karet atau hasil bumi lain yang berhasil dibawa ke Singapura dibarter dengan senjata yang diserahkan kepada pejabat Republik Indonesia di Sumatera sebagai sarana perjuangan melawan Belanda. Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli Belanda, juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar.

Untuk keperluan operasi ini, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw. Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi "penyelundupan". Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap perwira Inggris. Di pengadilan di Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum. Ia juga mengalami peristiwa menegangkan saat membawa senjata semiotomatis dari Johor ke Sumatera, dihadang pesawat terbang patroli Belanda. John Lie mengatakan, kapalnya sedang kandas. Dua penembak, seorang berkulit putih dan seorang lagi berkulit gelap tampaknya berasal dari Maluku, mengarahkan senjata ke kapal mereka. Entah mengapa, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw tanpa insiden, mungkin persediaan bahan bakar menipis sehingga mereka buru-buru pergi.

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw adalah milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB. Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pada awal 1950 ketika berada di Bangkok, John Lie dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto untuk menjadi komandan KRI Rajawali. Pada masa berikut, dia aktif dalam penumpasan RMS di Maluku. John mengakhiri Pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda. John meninggal dunia karena sakit pada 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Tempat/Tgl. Lahir : Manado, 9 April 1911
Tempat/Tgl. Wafat : Jakarta, 27 Agustus 1988
SK Presiden : Keppres No. 58/TK/2009, Tgl. 9 November 2009
Gelar : Pahlawan Nasional

Berita BBC yang secara rutin menyiarkan keberhasilan “The Outlaw” menerobos blockade Belanda dan ulasan khusus Majalah Life memberikan arti tersendiri bagi perjuangan John Lie dan pejuang-pejuang ALRI lainnya.

Menurut kesaksian Jenderal Besar AH Nasution pada 1988, prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.

Kesibukannya dalam perjuangan membuat beliau baru menikah pada usia 45 tahun, dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966 John Lie mengganti namanya dengan Jahja Daniel Dharma.
Beliau meninggal dunia karena stroke pada 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas segala jasa dan pengabdiannya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 Nopember 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009.

Sebagai bahan referensi, ada beberapa buku dan liputan mengenai John Lie, sebagai berikut:
1. “Guns—And Bibles—Are Smuggled to Indonesia”, yang terbit pada 26 Oktober 1949, oleh Roy Rowan, wartawan majalah Life.
2. "John Lie Penembus Blokade Kapal-kapal Kerajaan Belanda" yang terbit pada 1988, oleh Solichin Salam.
3. "Dari Pelayaran Niaga ke Operasi Menembus Blokade Musuh Sebagaimana Pernah Diceritakannya Kepada Wartawan" yang dimuat dalam buku "Memoar Pejuang Republik Indonesia Seputar 'Zaman Singapura' 1945-1950" karya Kustiniyati Mochtar terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2002.
4. "Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi: Biografi Laksamana Muda John Lie" (2008), yang diterbitkan Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil, oleh M Nursam.

Disarikan dari berbagai sumber.




Atas jasa besar seorang John Lie, maka namanya diabadikan untuk nama kapal perang TNI AL terbaru yang diluncurkan beberapa waktu yang lalu. Insya allah, posting terkait akan saya upload di waktu berikutnya.

No comments:

Post a Comment