Saturday, May 3, 2014

Jejak Sejarah di Dalam Sejarah Lisan



Dalam perkembangan sejarah manusia dalam hidup di masyarakat, telah menempuh perjalanan yang sedemikian lama. Masyarakat generasi berikutnya, berupaya mempelajari warisan budaya masyarakat masa lampau, melalui jejak sejarah dalam berbagai bentuk.

1. Folklore
Folklore sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada jaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklorenya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklore ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.
a. Ciri-ciri folklore
   1) Folklore menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
   2) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni dengan tutur kata atau gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya.
   3) Folklore bersifat anonim, artinya penciptanya tidak diketahui.
   4) Folklore hadir dalam versi-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara lisan sehingga mudah mengalami perubahan.
   5) Folklore bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standar.

b. Bentuk-bentuk folklore
   1) Folklore lisan adalah folklore yang bentuknya murni secara lisan, yang terdiri dari:
a) Puisi rakyat, misalnya pantun. Contoh: wajik klethik gula Jawa (isih cilik sing prasaja)
b) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki. Contoh : Binatang apa yang perut, kaki, dan ekornya semua di kepala? jawabnya: kutu kepala.
c) Bahasa rakyat, seperti logat (Jawa, Banyumasan, Sunda, Bugis dan sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut), dan gelar kebangsawanan (raden mas, teuku, dan sebagainya) dan sebagainya.
d) Ungkapan tradisional, seperti peribahasa/ pepatah. Contoh : seperti telur di ujung tanduk (keadaan yang gawat), koyo kethek keno tulup (seperti kera kena sumpit) yakni untuk menggambarkan orang yang bingung.
e) Cerita prosa rakyat, misalnya mite, legenda, dan dongeng.

   2) Folklore sebagian lisan
Folklore sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, seperti: kepercayaan rakyat/ takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, pesta rakyat dan sebagainya.

   3) Folklore bukan lisan (non verbal folklore)
Folklore bukan lisan adalah folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Contoh: arsitektur rakyat (bentuk rumah Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja, dsb); kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan dan sebagainya; di mana masing-masing daerah berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

2. Mite
Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite selalu ditokohi oleh dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain. Mite umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, gejala alam, kisah percintaan, hubungan kekerabatan dan sebagainya. Contoh: Dewi Sri (Dewi Padi), Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan), Joko Tarub, Dewi Nawangwulan dan sebagainya.

3. Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif.
Legenda dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut.
   1) Legenda keagamaan, contohnya legenda Wali Songo.
   2) Legenda tentang alam gaib, contohnya legenda tentang makhluk halus misalnya peri, sundel bolong, gendruwo, hantu dan sebagainya.
   3) Legenda perorangan, contohnya cerita Panji, Jayaprana, Calon Arang dan sebagainya.
   4) Legenda setempat, yang erat hubungan dengan suatu tempat, seperti Legenda Sangkuriang (tentang Gunung Tangkuban Perahu), legenda asal mula nama Rawa Pening Jawa Tengah, Rara Jonggrang dan sebagainya.

4. Lagu
Lagu adalah ragam irama suara yang berirama atau nyanyian. Setiap daerah memiliki lagu daerah sendiri-sendiri, misalnya Soleram (Riau), Sue Ora Jamu, Rujak Ulek, Bengawan Solo (Jawa), Potong Bebek (Nusa Tenggara Timur), dan O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara). Untaian syair yang dilagukan yang ada di berbagai daerah, demikian juga memiliki sejarah tersendiri, siapa pengarangnya atau penciptanya pada saatnya dilagukan, apa tujuannya; kesemuanya juga memiliki nilai sejarah. Berkaitan dengan lagu daerah yang ada di daerah Anda, bagaimana sejarahnya ?

5. Upacara Adat
Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara jamasan pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa folklore, mitologi, legenda, upacara, dan lagu dari berbagai daerah di Indonesia memiliki nilai sejarah. Semuanya itu memberikan sumbangan bagi penulisan sejarah daerah.

Satu hal yang perlu dicermati bila hal itu dijadikan sumber dalam penulisan sejarah, maka perlu adanya kritik sumber sehingga nilai keilmiahan sejarah dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini dibutuhkan kecermatan dan ketajaman dalam menghasilkan interpretasi.

Demikian, semoga dapat menambah wawasan kita berkaitan dengan sejarah lisan di Indonesia.

No comments:

Post a Comment