Sejak berakhirnya Perang Dunia II, terjadilah perubahan besar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer di dunia. Setelah perang usai, kondisi perekonomian di Eropa mengalami kerusakan parah. Kegiatan ekonomi industri perdagangan di Eropa mengalami kerugian besar.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia mengalami kesulitan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Rusaknya lahan pertanian dan pabrik akibat perang, sehingga tidak berfungsi maksimal
2. Indonesia tidak dapat mengekspor impor barang karena blokade Belanda
3. Masih beredarnya mata uang Jepang dalam jumlah besar secara tidak terkendali.
Masalah yang dihadapi Indonesia tersebut, mendorong pemerintah menyusun kebijakan :
1. Menerbitkan mata uang sendiri yaitu ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) pada 17 Oktober 1946 berdasarkan UU No 19 tahun 1946.
2. Meresmikan berdirinya BNI pada tanggal 1 Nopember 1946 dengan pimpinan Margono Joyohadikusumo.
3. Berusaha menembus blokade Belanda dengan membina hubungan dengan India, mengeluarkan Kasimo Plan serta melakukan sanering terhadap nilai mata uang sehingga uang Rp. 5,00 ke atas menjadi separuhnya.
Setelah pengakuan kemerdekaan, pemerintahan Soekarno mengeluarkan beberapa kebijakan. Diantaranya UU No 24 tahun 1951 tanggal 15 Desember 1951 tentang nasionalisasi De Javaasche Bank menjadi Bank Indonesia. BI memiliki fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi dibawah pimpinan gubernur Mr. Syafrudin Prawiranegara. Disamping itu dikeluarkan progam Benteng atau Gerakan Benteng. Program Benteng diusulkan Sumitro Joyohadikusumo yang saat itu menjadi menteri keuangan. Gerakan Benteng merupakan konsep ekonomi dimana pemerintah mendorong lahirnya kelas pengusaha, dimana rakyat bukan hanya sekedar menjadi pedagang, melainkan akan menjadi golongan yang mau berusaha dalam perekonomian. Hal ini disebabkan pedagang umumnya memiliki modal kecil, mereka diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam membangun perekonomian rakyat.
Gerakan Benteng pada akhirnya mengalami kegagalan. Adapun faktor penyebab kegagalan tersebut adalah :
1. Pedagang tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai bisnis.
2. Kehidupan masyarakat Indonesia masih terikat pada sistem sosial budaya feodal.
3. Penjualan pemilik lisensi kepada pihak asing terutama kepada orang Cina.
4. Terjadinya kolusi dan korupsi di kalangan pemegang lisensi.
Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1950 – 1959 yang rendah berbanding terbalik dengan pertumbuhan penduduk Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk Indoneia meningkat pesat. Berdasarkan data statistik, diperkirakan jumlah penduduk mencapai 77,2 juta (1950), meningkat menjadi 85,4 juta (1955) dan menurut sensus tahun 1961 menjadi 97,02 juta. Produksi pertanian memang meningkat, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nasional.
Selama tahun 1950 – 1953, pertumbuhan ekspor Indonesia meningkat sejalan dengan pecahnya Perang Korea. Negara yang semula memenuhi kebutuhan ekonomi dunia, terkonsentrasikan di daerah konflik dan perannya digantikan Indonesia dan negara yang baru merdeka lainnya. Namun demikian, perkembangan ini tidak berlangsung lama. Seusai perang Korea, negara produsen kembali menguasai pasar dunia.
Pemulihan ekonomi Indonesia berlangsung lambat. Minyak sebagai penghasil devisa terbesar kedua setelah karet, merupakan harapan untuk jangka panjang. Tahun 1957, produksi minyak mencapai dua kali lipat dari produksi tahun 1940. Namun demikian peningkatan ini dikonsumsi untuk dalam negeri. Di sisi lain, sarana ekonomi yang vital dipegang asing. Perusahaan minyak, perbankan, perusahaan pelayaran dan kredit bagi rakyat kecil dipegang Amerika, Belanda, Inggris dan Cina. Sebaliknya dalam kurun waktu Pebruari 1951 – September 1952, harga karet turun 71 persen. Lambannya pemulihan ekonomi dan peningkatan pengeluaran pemerintah berakibat inflasi terus berlanjut.
Berlangsungnya perang dingin, ikut mempengaruhi perkembangan ekonomi dan politik di Indonesia. Memasuki tahun 1955, Indonesia mulai ikut terlibat dalam politik internasional guna membantu bangsa lain yang belum merdeka. Sukses pelaksanaan KAA, mendorong keikutsertaan dalam misi PBB. Dalam waktu yang sama upaya pembebasan Irian Barat terus dilanjutkan, bahkan cenderung mengarah pada konfrontasi langsung dengan Belanda. Upaya ini paling tidak ikut menyedot keuangan negara untuk persiapan dan pelaksanaan perjuangan. Disamping itu juga timbul beberapa pemberontakan separatis di beberapa daerah hingga tahun 1960an yang juga ikut menyedot potensi ekonomi nasional. Anggaran untuk kesejahteraan rakyat dan ekonomi dialihkan untuk menegakkan keamanan nasional.
Memasuki tahun 1960an, setelah upaya perjuangan pembebasan Irian Barat selesai, maka dikumandangkan kebijakan Dwikora tahun 1962. Potensi nasional berubah diarahkan untuk menggagalkan pembentukan negara Malaysia. Program pembangunan ekonomi dan sektor lain menjadi terbengkalai. Program pembangunan semesta memang disusun oleh Djuanda, namun agak sulit dalam pelaksanaannya. Inflasi membumbung tinggi dan harga kebutuhan rakyat tinggi. Hal ini berlangsung hingga meletusnya pemberontakan G 30 S PKI tahun 1965.
Selama masa pemerintahan Soeharto, perkembangan ekonomi mengalami peningkatan. Hal ini nampak dari program Pelita I hingga Pelita V. Bahkan pada Pelita IV ( 1984 – 1989), Indonesia mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Banyak pihak di dunia yang memberikan penghargaan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Perkembangan yang pesat tersebut mengalami titik balik sejak bulan Juli 1997. Di kawasan Asia Tenggara berlangsung krisis moneter yang diawali dengan merosotnya nilai mata uang regional (rupiah, baht, ringgit, peso) terhadap dollar US. Nilai tukar rupiah melemah tajam. Hal ini dapat dilihat dari 2.575/ dollar US (Juli 1997) menurun tajam menjadi 16.000/ dollar US (Maret 1998). Penurunan serupa juga berlangsung di pasar saham BEJ.
Kondisi ekonomi dalam negeri ternyata tidak dapat diharapkan untuk mendukung upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini nampak pada bulan Nopember 1998 sejumlah 16 bank swasta ditutup oleh BI.
Perkembangan politik pada saat itu ikut memperburuk kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia. Tarik ulur antara pemerintah dengan IMF mengenai kesepakatan program bantuan IMF mempersulit keadaan. Beberapa kebijakan pemerintah dikeluarkan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, misal intervensi BI dalam pasar valas dan revisi APBN tahun 1998/ 1999.
Perpolitikan nasional pada awal tahun 1998 menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Aksi demonstrasi yang makin luas mencapai puncak dengan peristiwa mundurnya Soeharto sebagai Presiden ke 2 RI tanggal 21 Mei 1998. Kecenderungan melemahnya rupiah terus berlanjut yang didorong adanya peristiwa 12 Mei dan aksi kerusuhan 13 – 14 Mei di Jakarta, Solo dan beberapa daerah lainnya. Penurunan nilai tukar rupiah berlangsung hingga pernah mencapai Rp. 17.000 per dollar US.
Kondisi ekonomi mengalami pertumbuhan minus 13 %, inflasi yang tinggi, suku bunga bank yang melambung membawa dampak buruk bagi perusahaan nasional yang terdaftar di bursa saham. Dengan demikian, berbagai perubahan dalam bidang sosial politik ikut mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional Indonesia.
Pada masa pemerintahan BJ. Habibie, telah dikeluarkan beberapa kebijakan dalam bidang ekonomi yang meliputi :
1. Rekapitulasi perbankan.
2. Rekonstruksi perekonomian nasional.
3. Likuidasi beberapa bank yang tidak sehat, dengan demikian akan mengurangi jumlah bank swasta yang beroperasi.
4. Menaikkan nilai tukar rupiah sampai dibawah Rp. 10.000,00.
5. Implementasi reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
Sebagai hasil dari perubahan politik, maka dilakukan pemilihan umum pada tahun 1999. Pemilu 1999 menghasilkan parlemen/ DPR dengan komposisi beberapa partai yang terwakili dan pimpinan negara yang baru yaitu Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dalam perjalanan pemerintahan Gur Dur – Megawati, ternyata mengalami permasalahan politik dan berpuncak dengan penarikan mandat yang diberikan KH. Abdurrahman Wahid. Sebagai penggantinya, naiklah Megawati dan Hamzah Haz sebagai presiden dan wakil presiden.
Selama masa pemerintahan Gus Dur, telah dilakukan beberapa kebijakan, diantaranya memekarkan provinsi dari 26 menjadi 32 dan pembagian alokasi keuangan terkait dengan kekayaan daerah dengan prosentase yang lebih baik dibanding sebelumnya.
Sejak Megawati menjadi presiden, maka diupayakan beberapa kebijakan ekonomi yang meliputi :
1. Menurunkan laju inflasi sampai 10 %.
2. Privatisasi BUMN dengan harapan memperoleh dana yang besar.
3. Menjual aset negara melalui BPPN dengan asumsi mendapatkan dana pembangunan yang besar
4. Pemutusan kerjasama dengan IMF.
5. Restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan.
6. Meningkatkan pendapatan melalui perpajakan, cukai dan kepabeanan.
7. Menciptakan suasana (politk, sosial, keamanan) yang kondusif bagi investor.
8. Meningkatkan ekspor.
9. Mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah.
10.Meningkatkan pemanfaatan sumber daya laut.
Pada tahun 2004, diselenggarakan pemilihan umum untuk anggota legislatif dan presiden serta wakil presiden. Hasilnya terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Yusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden RI periode berikutnya. Serangkaian kebijakan disusun guna memulihkan dan membenahi masalah ekonomi nasional Indonesia.
No comments:
Post a Comment