Wednesday, August 20, 2014
Sejarah Sebagai Peristiwa
Berita yang kita baca di suratkabar bukanlah kejadian melainkan berupa pernyataan tentang suatu kejadian atau fakta. Kejadian yang telah terjadi sebagai sejarah dalam arti obyektif tidak dapat lagi diulang atau dialami kembali. Namun, jejaknya sebagai memori dapat diungkapkan kembali .
Sejarah sebagai fakta dapat didefinisikan sebagai suatu unsur yang dijabarkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari dokumen-dokumen atau sumber sejarah setelah melalui serangkaian pengujian dan kritik. Dokumen-dokumen atau sumber sejarah yang merupakan data tersebut diteliti oleh sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta tersebut diinterpretasi/ ditafsirkan.
Fakta merupakan bahan utama yang digunakan sejarawan untuk menyusun suatu cerita atau menganalisis sejarah. Pada hakikatnya fakta itu merupakan suatu konstruk yang dibuat oleh sejarawan sehingga mengandung faktor subyektivitas.
Ada fakta yang untuk jangka waktu lama masih belum mantap atau masih lunak, misalnya tentang pembunuhan presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy di tahun 60-an. Siapakah pembunuhnya masih merupakan tanda tanya. Di samping itu ada banyak teori berbeda yang digunakan berkenaan dengan pembunuhan tersebut. Selain itu ada pula fakta keras, antara lain Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sejarawan memerlukan informasi berupa fakta sebanyak mungkin sesuai dengan keperluan penelitian dan penulisan. Bagi sejarawan fakta-fakta itu dapat diibaratkan sebagai batu bangunan kajian sejarah. Adalah sesuatu yang mustahil untuk memahami dunia ini tanpa fakta karena tanpa adanya fakta-fakta itu kita tidak dapat mendapatkan gambaran tentang kejadian atau individu di masa lalu.
Sejarawan Amerika Carl L. Becker berpendapat bahwa fakta adalah sebuah simbol. Sebuah fakta yang sederhana dapat berubah menjadi fakta yang sangat penting karena jaringan-jaringan yang terbentuk mempunyai kaitan yang jauh lebih besar dan besar. Becker memberikan contoh tentang penyeberangan sungai kecil yang bernama Rubicon yang berada di perbatasan antara Galia (sekarang Prancis) dan Italia. Sudah banyak orang yang menyeberangi sungai kecil itu sepanjang masa. Namun, peristiwa penyeberangan oleh orang-orang itu tidak pernah diangkat menjadi fakta sejarah. Ketika Julius Caesar (100-44 SM) menyeberanginya pada 49 sebelum Masehi, barulah peristiwa itu menjadi fakta sejarah. Caesar merupakan panglima tentara Romawi di Galia. Ia dipecat oleh Senat Romawi sebagai komandan. Caesar menolak pemecatan itu dan bersama pasukannya ia kembali ke Roma dengan menyeberangi Sungai Rubicon. Caesar lalu berhasil merebut Roma dan menyingkirkan lawan-lawannya hingga akhirnya menjadi penguasa emperium Romawi. Tindakan Caesar menymenyeberangi Sungai Rubicon merupakan suatu keputusan yang menentukan nasibnya di kemudian hari yang juga berkaitan dengan nasib lawan-lawannya para senator yang memecatnya. Demikian juga nasib Republik Roma, rakyat dan emperium selanjutnya.
Sejarah sebagai peristiwa dapat dipahami sebagai sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat pada masa lampau. Di sini, pengertian ‘sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat’ merupakan hal penting karena segala sesuatu yang terjadi yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan masyarakat bukanlah sejarah.
Berikutnya, pengertian ‘pada masa lampau’ sangat jelas bahwa sejarah merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lalu, bukan sekarang yang menurut R. Moh Ali disebut sejarah sebagai obyek.
Namun, tidak semua peristiwa yang terjadi pada masa lalu dianggap sebagai sejarah. Suatu peristiwa dianggap sebagai peristiwa sejarah jika peristiwa itu dapat dikaitkan dengan peristiwa yang lain sebagai bagian dari proses dinamika dalam konteks historis. Selain itu peristiwa-peristiwa tersebut perlu pula diseleksi untuk mendapatkan peristiwa yang memang penting dan berguna.
Peristiwa yang dapat digolongkan sebagai peristiwa sejarah haruslah unik, terjadi sekali saja (eenmalig) dan memiliki pengaruh yang besar pada masanya dan masa sesudahnya.
Sejarah sebagai peristiwa tidak dapat kita amati lagi karena kita tidak dapat lagi menyaksikan peristiwa tersebut. Misalnya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ketika itu Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan.
Sejarah sebagai peristiwa sering disebut sejarah obyektif. Sejarah obyektif seperti dikemukakan R. Moh. Ali, dapat diartikan sebagai proses dari perkembangan, peristiwa-peristiwa sepanjang masa yang telah lampau. Dengan demikian sejarah sebagai peristiwa merupakan kejadian atau kenyataan yang sebenarnya telah berlangsung pada masa lampau. Peristiwa pada masa lampau tersebut sangat banyak, sehingga perlu dilakukan seleksi agar peristiwa yang diperoleh merupakan peristiwa yang berguna.
Sejarah sebagai peristiwa menyangkut kesadaran sebagai manusia yang bersejarah dan menyejarah. Bersejarah artinya manusia memiliki sejarah sedangkan pengertian manusia menyejarah artinya hanya manusia yang dapat membuat sejarah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment