Kerajaan Mataram kuno terletak di Jawa Tengah dengan pusatnya i Bhumi Mataram. Wilayah kerajaan dikelilingi pegunungan misal Serayu, Prau, Sindoro, Sumbing, Ungaran, Merapi, Merbabu, pegunungan Kendang, Lawu, pegunungan Sewu. Disamping itu juga dialiri sungai: Bogowonto, Progo, Elo dan Bengawan Solo. Wilayah kerajaan yang tertutup secara geografis dan subur sesuai untuk bidang pertanian. Hal ini berakibat peranan kerajaan yang bersifat agraris makin kuat. Berdasarkan sumber tertulis, dapat diperkirakan kerajaan Mataram kuno telah berdiri pada abad VIII Masehi.
Sumber sejarah tentang kehinduan di Jawa Tengah (Mataram atau Medang I Bhumi Mataram) yaitu:
a. prasasti Tuk Mas
Prasasti Tuk Mas ditemukan di Grabag (Magelang). Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini berisi kalimat; adanya mata air yang mengumpul di tempat yang banyak bunga tanjung dan mengalir seperti sungai Gangga. Juga ada gambar cakra, sangkha, kendi, trisula, padma dan kapak. Berdasarkan gambaran tersebut dapat diperkirakan keterangan yang bersifat Hinduistis.
b. prasasti Canggal
Keterangan yang sangat penting mengenai Mataram dapat dilihat pada prasasti Canggal yang ditemukan di Gunungwukir (Sleman). Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa, berbahasa Sanskerta. Angka tahun berbentuk candrasangkala “çruti indriya rasa” (654ç = 732 M). Prasasti ini memuat tentang: Sanjaya mendirikan lingga di Sthirangga, pujian untuk Syiwa (5 kalimat), Brahma dan Wisnu (1 kalimat), tempat suci Kunjarakunja, kekayaan pulau Jawa yaitu padi dan emas. Pendirian suatu lingga memiliki arti sebagai bentuk pendirian dinasti. Sthirangga, menurut Prof. Dr. Poerbotjaraka dikatakan berasal dari kata Sthira=kuat dan angga=badan atau badan kuat---- gajah/ pegunungan yang menyerupai gajah. Tempat suci Kunjarakunja berasal dari kata kunjara= gajah dan kunja= hutan. Artinya daerah hutan gajah= sthirangga.
Dari prasasti ini, dapat disimpulkan hal berikut :
1) Sanjaya adalah pendiri kerajaan Mataram kuno
2) Sanjaya adalah pendiri wangsa Sanjaya yang beragama Hindu (bentuk lingga = Syiwa)
3) agama yang berkembang adalah Hindu aliran Syiwa
4) pusat kerajaan di daerah Sleman
5) di Gunung Wukir terdapat bangunan suci (Baprakeswara)
c. cerita Parahyangan
Menurut cerita Parahyangan, di Jawa Barat dikatakan tokoh Sena (Sanna) menyingkir ke timur. Setelah Sena meninggal digantikan Sanjaya, anak Sanaha (saudara perempuan Sanna). Tokoh Sanjaya memiliki peranan cukup penting. Nama Sanjaya dalam cerita ini diidentikkan dengan nama Sanjaya dalam prasasti Canggal.
d. prasasti Mantyasih/ Kedu/ Balitung (907) dan Wenua tengah
Kedua prasasti ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta serta menyebutkan nama Sanjaya. Dalam prasasti Kedu disebutkan silsilah raja yang pernah memerintah Mataram/ Medang ri Poh Pitu, yaitu: Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, Sri Maharaja Rakai Garung, Sri Maharaja Rakai Pikatan, Sri Maharaja Rakai Kayuwangi, Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung. Nampaknya hal ini dimaksudkan untuk melegitimasi kekuasaan raja (Dyah Balitung) pada saat itu.
e. prasasti Sojomerto
Prasasti ini ditemukan di desa Sojomerto, Batang, Jawa Tengah. Prasasti yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta ini diperkirakan berasal dari abad VII Masehi. Dalam prasasti ini dimuat susunan keluarga Dapunta Syailendra, ayahnya bernama Santanu dan ibunya bernama Bhadrawati, serta istrinya Sampala yang memeluk agama Hindu aliran Syiwa.
Adapun keadaan kerajaan Mataram dapat dilihat dari masa pemerintahan raja yang berkuasa.
1. Dinasti Sanjaya
a. Sanjaya
Mengenai masa pemerintahan Sanjaya tidak begitu jelas karena sumber yang ada sangat sedikit. Begitu pula mengenai letak pusat kerajaan Mataram. Hal ini disebabkan pendapat para ahli berbeda. Diantaranya menyatakan bahwa pusat kerajaan Mataram sering berpindah tempat.
b. Dyah Balitung
Kerajaan Mataram Kuno mengalami masa kejayaan dibawah pemerintahan Balitung. Dyah Balitung memerintah Mataram menggunakan beberapa nama yaitu Balitung Uttunggadewa (prasasti Panampihan), Rakai Watukura (Negarakrtagama), Dharmodayana Mahacambhu (prasasti Kedu) dan Rakai Galuh atau Rakai Halu (prasasti di Surabaya).
Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, wilayah kerajaan meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga dapat dianggap raja terbesar Mataram kuno. Peninggalan Balitung banyak berupa prasasti, diantaranya prasasti Penampihan (898), Wonogiri (903), Kedu (907) dan Jedung (910). Bandingkan dengan pemerintahan raja yang lain yang banyak mendirikan bangunan candi. Pada masa ini muncul karya sastra yang pertama yaitu gubahan Ramayana dalam bentuk tembang (Jawa kuno) dengan ciri tidak dimuatnya bagian Uttarakanda.
c. Daksa
Pengganti Balitung adalah Daksa (910-919) bergelar Daksattama Bahubajra. Peninggalannya berupa prasasti Gatak (176 Sanjaya) berisi gelar raja Daksa. Prasasti Taji Gunung (174 Sanjaya) berisi Syiwa dan Budha dihormati bersama. Apakah hal ini merupakan bentuk sinkretisme ? Yang jelas dapat dikemukakan bahwa pada saat itu telah berkembang toleransi antar umat beragama. Dari prasasti Singasari (915) menunjukkan wilayah kerajaan sampai Jawa timur.
d. Tulodong
Pengganti Daksa ialah Tulodong (919-921) dimana wilayahnya sampai Jawa timur. Prasasti peninggalannya yaitu Harinjing berisi pengaturan sungai Srinjeng/ Harinjeng untuk pertanian. Pada masa ini jabatan mahamantri I Halu dipegang Pu Sindok. Adapun penggantinya ialah Wawa. Tempat penemuan prasasti sebagian besar ada di Jawa Timur. Hal ini menjadi bahan pembahasan, dimana dapat diperkirakan sejak Wawa kerajaan Mataram sudah mulai pindah ke Jawa Timur. Pada masa ini kedudukan Pu Sindok naik menjadi rakaryan Mahamantri I Hino. Tokoh Pu Sindok pada masa berikutnya akan menggantikan kedudukan Wawa dan memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
2. Dinasti Syailendra
Pada masa kerajaan Mataram kuno dibawah pemerintahan Panangkaran (dinasti Sanjaya), telah datang wangsa Syailendra dan berhasil mendesak dinasti Sanjaya menyingkir ke pegunungan Dieng. Wangsa Syailendra mendirikan kerajaan di sekitar Jogjakarta dan Jawa Tengah bagian selatan. Menurut Majumdar, yang didukung JL. Moens dan Nila Kanta Sasti, Syailendra berasal dari India. Sedangkan menurut Coedes, Syailendra dikatakan berasal dari Funan. Adapun sumber sejarah tentang dinasti Syailendra adalah :
a. prasasti Kalasan (778 M)
Prasasti Kalasan memuat pendirian bangunan suci bagi Dewi Tara (candi Kalasan) dan sebuah biara untuk pendeta Budha (biara = candi Sari) oleh Panangkaran atas perintah wangsa Syailendra.
b. prasasti Kelurak (782 M)
Prasasti Kelurak berisi pembuatan arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu dan Sanggha, serta disebutkan nama raja Indra.
c. prasasti Ratu Boko (856 M)
Prasasti Ratu Boko memuat perang antara Balaputradewa dengan Pramodhawardani, Balaputra kalah dan menyingkir ke Sriwijaya.
d. prasasti Nalanda (860 M)
Prasasti Nalanda menyebutkan pembangunan wihara di Nalanda oleh Balaputradewa.
Adapun raja yang berasal dari dinasti Syailendra adalah :
a. Bhanu (752 M)
Bhanu yang berarti matahari merupakan raja pertama dari dinasti Syailendra. Prasastinya ditemukan di Plumpungan (752) Salatiga.
b. Visnu (775 – 782 M)
Raja Visnu disebutkan dengan beberapa nama yaitu Visnu diidentikkan dengan matahari, bulan (prasasti Ligor B), Çailendravamça Prabhu Nigadata Çri Maharaja sebagai pembunuh musuh yang gagah berani. Syailendra mendesak Panangkaran (prasasti Kalasan) dan raja Dharmatunggasya (prasasti Ratu Boko).
c. Indra (782 – 812 M)
Dalam prasasti Kelurak, raja Indra mendirikan patung Bodhisatwa Manjusri yang meliputi Tri Ratna dan Tri murti (candi Lumbung) dan candi Sewu untuk Wajradatu.
d. Samarattungga (812 – 832 M)
Samarattungga mengeluarkan prasasti Karang Tengah yang menyebutkan nama Samarattungga dan Pramudhawardani, putrinya serta disebutkan bangunan Jinalaya (candi Prambanan) yang dibuat Pramudhawardani. Prasasti tersebut berangka tahun Rasa Segara Krtidhara = 746 Saka = 824 M). Pada masa ini dibangun candi Borobudur yang bersifat Budhis.
Pada masa kerajaan Mataram kuno banyak dibangun candi baik yang bersifat Hindu maupun Budha, misal Borobudur, Prambanan, Kalasan, Ratu Boko, Dieng, dan candi dalam ukuran lebih kecil di sekitar kawasan Prambanan dan Borobudur. Pembangunan candi dengan tata letak sebagian besar di sekitar Prambanan dan Borobudur memunculkan pendapat bahwa pusat kerajaan Mataram ada di sekitar lokasi tersebut.
Kerajaan Mataram kuno merupakan negara agraris, perkembangan ekonomi, perdagangan dan pelayaran sangat terbatas. Pada masa Balitung, telah dibangun pusat perdagangan dengan Bengawan Solo sebagai urat nadi pelayaran (lihat kembali isi prasasti Purworejo 900 M dan Wonogiri 903 M).
Kehidupan masyarakat telah teratur. Hubungan rakyat / desa dengan kalangan istana sangat erat. Struktur birokrasi kerajaan sudah terorganisir. Peraturan di desa ditegakkan mengingat para penjahat yang mengganggu keamanan cukup banyak.
Selama periode Mataram kuno memumculkan bentuk budaya yang menonjol yaitu masa puncak perkembangan bangunan candi (Hindu – Budha). Hal ini dapat dilihat di sekitar gunung Merapi Merbabu banyak peninggalan candi Hindu dan Budha, diantaranya kompleks Prambanan, Sewu, Ratu Boko, Kalasan, Mendut, Pawon, Borobudur, percandian Dieng dan Gedongsongo. Bangunan ini memiliki ciri khas candi langgam Jawa Tengah dibuat dari batu, bentuk tambun.
Perdagangan Mataram kuno bersaing ketat dengan Sriwijaya. Secara alamiah, hubungan dengan Sriwijaya sulit dibina. Mengapa demikian ? Sektor pertanian dikembangkan di pedalaman dan didukung sarana transportasi yang memadai. Komoditas dagang pertanian digunakan untuk menopang perdagangan dengan daerah lain. Pusat perdagangan dikembangkan di wilayah pesisir utara. Pelabuhan Semarang (Bergota) menjadi pusat dagang yang strategis. Hal ini ditunjang oleh perlindungan pulau yang sekarang terletak di gunung Muria. Terjadinya pendangkalan pelabuhan akibat aliran sungai Lusi dan Semarang membawa pengaruh berkurangnya aktivitas dagang.
Birokrasi kerajaan Mataram kuno terdiri dari beberapa tingkat pejabat. Pejabat tertinggi adalah pejabat yang menerima perintah langsung dari maharaja yaitu: mahamantri katrini (I hino, I halu dan I sirikan), biasanya merupakan keluarga raja. Ketiganya meneruskan perintah raja kepada para samgat atau rakryan. Pada pejabat tidak menerima gaji tetap, namun memperoleh penghasilan dalam bentuk hasil bumi.
No comments:
Post a Comment