Kerajaan Medang Kamulan atau kerajaan Içana di Jawa Timur, terletak di muara sungai Brantas dengan ibukota Watan Mas. Sejak berkuasanya Pu Sindok (929-947), maka berakhir peranan Jawa tengah dan digantikan Jawa Timur. Perpindahan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur memiliki latar belakang belum jelas yang mendorong timbulnya perbedaan pendapat para ahli. Adapun beberapa pendapat yaitu:
a. Pendapat pertama
Sejarawan Veth dan Izerman menyatakan bahwa perpindahan pusat kerajaan terjadi karena bencana alam, misal gunung meletus atau banjir. Hal ini tampak dari bangunan candi banyak yang rusak. Memang sekitar abad X gunung Merapi pernah meletus agak hebat. Dengan demikian pendapat ini dipandang dari sudut geografis.
b. Pendapat kedua
Stutterheim dan Moens menyatakan perpindahan karena ancaman Sriwijaya atau bersifat politis. Hal ini didasarkan pada sumber yang menyatakan saat perang dengan Pramodawardhani, Balaputradewa melarikan diri ke Sumatra dan menjadi raja di Sriwijaya.
c. Pendapat ketiga
JG. De Casparis menyatakan bahwa perpindahan pusat kerajaan telah direncanakan karena letak Jawa Timur lebih baik untuk perdagangan dan lebih maju, lebih mudah untuk berhubungan dengan luar negeri. Dengan demikian pendapat ini didasarkan pada aspek ekonomi. Tampaknya pendapat ketiga yang mendekati kebenaran.
Sumber berita tentang kerajaan Içana diantaranya berupa prasasti dan berita Cina dan India, diantaranya:
a. Prasasti Tangeran (933 M)
Prasasti ini ditemukan di Tangeran, Jombang. Prasasti ini memuat Mpu Sindok memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbi.
b. Prasasti Bangil
Dari prasasti ini dikatakan Pu Sindok memerintahkan pembuatan sebuah bangunan candi sebagai tempat pemakaman ayahnya dari permaisurinya bernama Rakryan Bawang.
c. Prasasti berangka tahun 939 M
Dari prasasti yang ditemukan di Lor (Nganjuk) ini dikatakan bahwa Pu Sindok memerintah pembuatan candi yang bernama Jayamrata dan Jayastambhu (tugu kemenangan) di desa Anjuk Lodang.
Keadaan kerajaan dinasti Içana dapat dilihat dari masa pemerintahan raja yang berkuasa.
a. Pu Sindok
Pu Sindok berkuasa sebagai raja karena menikah dengan anak perempuan raja Wawa, Pu Kbi. Meskipun demikian Pu Sindok mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Içana. Selama masa pemerintahannya, peranan permaisuri Pu Kbi cukup menonjol. Pu Sindok banyak meninggalkan prasasti yang berisi pembebasan tanah untuk keperluan bangunan suci (30 buah). Diantaranya prasasti Alas Santan (939) tentang penetapan Alas Santan sebagai perdikan/ sima untuk memelihara tempat suci. Prasasti Siman (943) tentang pengukuhan Siman sebagai perdikan untuk memelihara tempat pemujaan. Dalam bidang sastra, muncul karya Brahmandapurana yang bersifat Hindu dan Sang Hyang Kamahayanikan yang bersifat Budhis.
b. Dharmawangsa
Pengganti raja Pu Sindok dapat diketahui dari prasasti Calcutta yaitu Içanattunggawijaya yang kemudian digantikan oleh Makutawangsa. Makutawangsa digantikan Dharmawangsa (991-1016). Selama pemerintahannya, dilakukan beberapa usaha. Bidang politik dengan mengembangkan wilayah/ mempersatukan nusantara yaitu ke Bali, Kalimantan dan Sriwijaya. Bidang hukum, disusun kitab hukum Purwadhigama. Sedangkan di bidang sastra, mulai disadur kitab Mahabharata dan Ramayana dengan sedikit perubahan. Dalam tahun 1016, kerajaan Dharmawangsa yang sedang mengadakan pesta pernikahan putrinya dengan Airlangga, secara tiba-tiba diserang raja Wora Wari (Wengker), sehingga istana dan isinya hancur. Adapun yang dapat meloloskan diri yaitu Airlangga, putri dan seorang pengikutnya. Peristiwa ini dilukiskan sebagai “pralaya” atau kehancuran.
c. Airlangga
Airlangga dan rombongan melarikan diri dan masuk hutan selama beberapa lama. Dalam pengungsian ini, ia dibimbing brahmana. Tahun 1019 atas permintaan rakyat yang diwakili pemuka agama Syiwa dan Budha, Airlangga dinobatkan sebagai raja (1019-1042). Pada tahap awal (1019-1023) dilakukan persiapan dengan menyusun pemerintahan di wilayah kerajaan yang kecil. Pada tahap penyatuan (1023 -1035) mulai diadakan penyatuan bekas wilayah kerajaan Dharmawangsa yang terpecah, misal Wengker (1030 dan 1035), Bhismaprabhawa (1028) dan ratu raksasa dari selatan (1032).
Setelah berhasil menyatukan wilayah, pusat kerajaan dipindahkan dari Watan Mas ke Kahuripan dalam tahun 1037. Selanjutnya Airlangga berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakannya adalah memperbaiki pelabuhan Ujung Galuh yang ada di muara sungai Brantas, pelabuhan Kembang Putih (Tuban) diberi hak istimewa. Sedangkan sungai Brantas yang selalu banjir dibangun bendungan di Waringin Sapta. Pada masa ini muncul karya sastra Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa. Disamping itu juga kitab Calon Arang (anonim).
Airlangga mengeluarkan prasasti Calcutta (1041) berisi silsilah keluarga, peristiwa Pralaya, pelarian Airlangga, pendirian pertapaan Pucangan dan peperangan dengan raja Worawari. Airlangga berusaha menguasai Sriwijaya dengan mengawini putri Sriwijaya yang melahirkan Samarawijaya dan Panji Garasakan. Agama yang berkembang adalah Hindu aliran Wisnu yang diperkuat adanya patung perwujudan Airlangga sebagai Wisnu naik garuda (candi Belahan).
Sebagai pewaris tahta adalah Sri Sanggramawijaya, namun tidak mau menjadi raja. Justru tokoh ini ingin menjadi pertapa, sehingga dibuatkan bangunan pertapaan Pucangan (gunung Penanggungan) dan berganti nama Kilisuci. Timbul kesulitan bagi Airlangga, karena kedua putranya ingin menjadi raja. Agar tidak terjadi perang saudara, maka diputuskan tahun 1041 untuk membagi kerajaan menjadi dua yaitu Kediri/ Panjalu dan Jenggala/ Kahuripan. Kerajaan yang dengan susah payah dipersatukan terpaksa dibagi dua. Peistiwa ini di kalangan ahli sejarah disebut dengan pembelahan kerajaan (Slamet Mulyono).
No comments:
Post a Comment