Sunday, November 19, 2017

Kehidupan Kekotaan dan Pergerakan Nasional Indonesia

Masuk dan berkembangnya sistem ekonomi barat hingga pedesaan membawa pengaruh perluasan diferensiasi pekerjaan. Jumlah dan jenis pekerjaan di kota makin bertambah banyak. Kesempatan kerja terbuka tidak hanya sebagai petani, tetapi juga karyawan kantor dagang, perhubungan, industri, tukang dan sebagainya.

Secara umum kehidupan perkotaan pada jaman kolonial memiliki ciri khusus. Kota pada saat itu memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan. Dalam kota pemerintahan segala kebutuhan lebih tercukupi. Struktur masyarakatnya terdiri atas lapisan buruh sebagai tukang, pelayan toko, buruh perusahaan dan sebagainya. Dan lapisan pegawai (priyayi di Jawa) yang bekerja di belakang meja tulis. Pendidikan barat dan kemahiran berbahasa Belanda merupakan syarat mutlak untuk dapat menduduki lapisan sosial yang lebih tinggi. 

Kehidupan kekotaan merupakan kehidupan yang bebas, terbuka, individualistis, mudah menerima pembaruan, bersikap rasional. Kedatangan pengaruh Barat berpengaruh besar terhadap kehidupan kekotaan di Indonesia. Paham-paham baru masuk melalui pendidikan masa politik liberal dan dilanjutkan masa politik etis. 


Seiring dengan pertumbuhan masyarakat di segala bidang, maka kota besar menjadi pusat pengajaran dan pendidikan, perdagangan dan industri. Hal ini menarik perhatian generasi muda daripada kota yang menjadi pusat pemerintahan saja. Kota pusat kegiatan tersebut sangat terbatas, yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Hal ini menjadikan tempat bertemunya pelajar dan pemuda dari berbagai daerah yang berbeda adat istiadat dan kedudukan sosial mereka. 

Ilmu yang diperoleh di bangku pendidikan memberikan suatu pola berpikir yang sama mengenai sesuatu. Sehingga pendidikan berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara mereka, dalam hal ini memudahkan pendekatan sesama mereka. 

Diperkenalkannya berbagai ilmu di sekolah dan masuknya paham baru, memungkinkan mereka mengkaji semua aspek dalam masyarakat dan membandingkan pengaruhnya antara satu daerah dengan daerah lainnya. Muncul berbagai studie club. Kesimpulan yang diperoleh menunjukkan adanya kesamaan nasib yang buruk dari daerah-daerah akibat penjajahan dan muncul tekad bersama untuk memperbaikinya. Kesadaran lokal berkembang menjadi kesadaran kebangsaan. Dalam hal ini terbentuklah kalangan elite nasional.

Generasi muda lebih tertarik lagi terhadap kota yang memiliki fungsi ganda yaitu pusat pendidikan dan pengajaran, perdagangan dan industri. Di kota tersebut generasi muda lebih leluasa mendapatkan berbagai pengetahuan, ketrampilan dan sering bertemu dengan rekan dari daerah lain. Muncullah berbagai kelompok studi (studie club).

Hingga akhir abad XIX, tidak banyak orang Indonesia yang mendapat pendidikan dasar. Pada awal abad XX, hanya ada 36 orang (1905) yang mendapat pendidikan sekolah menengah Belanda. Dengan berkembangnya pendidikan meski dalam batas minimal, telah menyadarkan kaum terpelajar kedudukan dan keadaan bangsa Indonesia. Kalangan terpelajar mempelajari berbagai paham besar dan keadaan di wilayah lain. Hal ini mendorong kalangan bangsa Indonesia ini untuk mengembangkan pergerakan kebangsaan.

No comments:

Post a Comment